PROSES PENGADILAN THEYS JAUH DARI KEADILAN

Jakarta, Kompas
    Sejumlah organisasi nonpemerintah yang tergabung dalam
Solidaritas Nasional untuk Papua (SNUP), Jumat (14/3), menyatakan
kekecewaan terhadap jalannya proses pengadilan kasus pembunuhan Ketua
Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay. Mereka menilai proses
pengadilan yang berlangsung hanya merupakan upaya memutus rantai
komando, bertentangan dengan prinsip imparsial, dan hanya
dipergunakan untuk mengukuhkan impunitas aparat militer yang terlibat.
    Koordinator Presidium Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras) Ori Rahman mengemukakan, pengadilan militer
terhadap tujuh terdakwa dalam kasus pembunuhan Theys melanggar
prinsip imparsial karena dilakukan oleh institusi militer sendiri.
Akibatnya, pengadilan yang berjalan justru terkesan menutup-nutupi
mata rantai komando dalam peristiwa pembunuhan itu.
    Tujuh terdakwa hanyalah para pelaksana lapangan dan hanya
dituntut 2-3 tahun penjara. "Dari tujuh orang itu, hanya tiga yang
ditahan," kata Ori.
    Tujuh terdakwa yang disidangkan di Mahkamah Militer Tinggi III
Surabaya masing-masing Letkol (Inf) Hartomo, Mayor (Inf) Donni
Hutabarat, Kapten (Inf) Rionardo, Lettu (Inf) Agus Suprianto, Sertu
Asrial, Sertu Laurensius LI, dan Praka Achmad Zulfahmi. Oditur
Militer menuntut mereka hukuman antara 2-3 tahun penjara. Dalam
sidang di Surabaya, Rabu (5/3), Oditur Militer menyatakan para
terdakwa terbukti bersalah dan menuntut hukuman antara 3-3 tahun
penjara.
    Koordinator Advokasi Forum Nasional Kepedulian Hak Asasi Manusia
Papua (FKHP) Emmy Sahertian menyatakan, pembunuhan Theys tidak bisa
dilepaskan dari dokumen yang dikeluarkan dari Depdagri. Surat
Perintah Danjen Kopassus Mayjen Amirul Isnanini kepada Komandan
Satgas Markas Tribuana untuk melakukan operasi intelijen,
penyelidikan, pengamanan dan penggalangan-seperti terungkap dalam
pengadilan-menjadi latar belakang kasus pembunuhan itu.
    Menurut Ori, dari dokumen-dokumen yang ada bisa diduga ada
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam kasus pembunuhan
Theys karena memenuhi unsur-unsur sistematis, meluas, dan menimbulkan
banyak korban.
    "Kami mempertegas lagi penolakan kami terhadap pengadilan militer
dalam kasus pembunuhan Theys," kata Ori.
    Bonar Tigor Naispospos, aktivis SNUP, mendesak Komnas HAM segera
menggunakan kewenangannya untuk melakukan penyelidikan atas kasus
pembunuhan Theys. Ia mengkhawatirkan bila proses pengadilan ini
dibiarkan sampai putusan final, kasus pembunuhan Theys tidak bisa
diproses kembali oleh pengadilan.
    "Bila Komnas HAM diam saja berarti ikut bertanggung jawab
terhadap impunitas yang dilakukan aparat militer," kata Bonar. (wis)