UU Terorisme, RUU TNI, Politik Impunity dan keberlangsungan Demokrasi di Indonesia

Siaran Pers
Front Rakyat Anti Militerisme
tentang
UU Terorisme, RUU TNI, Politik Impunity
dan keberlangsungan Demokrasi di Indonesia

Satu persatu produk undang-undang yang lahir setelah Megawati-Hamzah berkuasa semakin vulgar memperlihatkan pemasungan kebebasan berekspresi rakyat, transisi demokrasi di masa kekuasaan saat ini justru melahirkan produk hukum yang mendesak demokrasi mundur jauh kebelakang, kekuatan politik lama Orde baru semakin pasti mendapatkan hasil restorasi politiknya dengan kolaborasi masa lalu dalam membentuk pemerintahan Megawati Hamzah.

Sepertinya militer dan intelejen tak mau kehilangan sedikitpun kesempatan dan waktu yang diberikan pemerintahan Megawati-Hamzah, dan mereka saling bersaing untuk memperebutkan otoritas kekuasaan sipil yang berada ditangan Presiden. Hal ini terlihat dengan disahkannya Perpu anti terorisme menjadi UU Antiterorisme dan dibentuknya draf RUU TNI oleh Militer.

Dilegitimasinya intelejen dalam wilayah kekuasaan yudicial melalui UU Anti terorisme tentunya akan sangat mengancam kebebasan masyarakat sipil. Hal ini terlihat dari defenisi tindakan terorisme yang terlalu luas sehingga siapapun bisa dikategorikan teroris dan dengan dimasukannya laporan intelejen sebagai bukti untuk melakukan penangkapan.

Dilain sisi, militer telah membentuk RUU TNI sebagai bentuk legitimisi dirinya dalam wilayah kekuasaan politik. Beberapa subtansi dan konsturksi dari RUU TNI ini sesungguhnya adalah menegasikan otoritas kekuatan politik sipil dan mengambil alih semua fungsi Negara dalam kekuasaan militer. Hal ini bisa dilihat dengan adanya keinginann militer untuk meminta kewenagan politik; menentukan situasi darurat, dan meminta kewenagan pengerahan pasukan tanpa persetujuan presiden berdasarkan interpretasi sepihak terhadap situasi darurat untuk melegitimasi nafsu politik militer mengambil alih kekuasaan (pasal 19 RUU TNI). Selain itu dalam RUU tersebut TNI juga meminta tugas tambahan yang bukan lagi sebagai alat pertahananan tetapi menjadi alat pembunuh bagi rakyatnya sendiri, dalam pasal 5 ayat 2 point c dinyatakan TNI melaksanakan tugas operasi militer selain perang, sebuah pengabsahan melalui legitimasi hukum bahwa opersai militer di Aceh dan Papua menjadi terbenarkan,

Disaat yang sama, hingga saat ini kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh militer tidak tersentuh oleh hukum, beberapa kasus yang di proses secara hukum bahkan makin memperlihatkan mengguritanya politik impunity. Proses pengungkapan kasus Trisakti dan semanggi memperlihatkan bagaimana militer dapat mempengaruhi proses hukum melalui keputusan politik di DPR dan menolak pemanggilan KPP HAM Trisakti. Dalam kasus Priok dan lampung juga terlihat bagaimana militer memecah belah korban pelanggaran HAM untuk maksud memotong proses hukum yang berlangsung.

Oleh karenannya dalam situasi seperti ini, Front Rakyat Anti Militerisme, menyatakan bahwa:
Koalisi memandang proses transisi di Indonesia akan menjadi terhambat bila pemerintahan sipil yang ada tidak berani menolak kebijakan-kebijakan yang melegitimasi militer dan intelejen dalam kekuasaan politik.
Koalisi menilai bahwa dengan disahkannya UU Antiterorisme dan dibentuknya RUU TNI telah membuktikan terjadinya pertarungan antara intelejen dan TNI dalam memperebutkan otoritas kekuatan politik sipil
Koalisi menuntut kepada pemerintahan sipil untuk menyelesaikan semua kasus pelanggaran HAM dan tindakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh militer.
Koalisi menolak Keberadaan UU Antiterorisme dan meminta kepada DPR untuk menolak RUU TNI yang jelas-jelas mengancam proses demokrasi dan membahayakan masyarakat sipil.
Koalisi menyerukan kepada seluruh kekuatan prodemokrasi dan masayarakat sipil untuk turun jalan dan melakukakn aksi karnaval pada tanggal 20 maret 2003, sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan UU Antiterorisme dan RUU TNI yang jelas-jelas mengancam masyarakat sipil, serta menuntut semua penyelesaian kasus-kasus pelangagran HAM yang ada.
Jakarta, 17 Maret 2003


Front Rakyat Anti Militerisme :

Kontras, Imparsial, LMND, FAM UI, PRD, IKOHI, GPK, JMD, Forum Rakyat, LS-adi, GP 27 Juli, TRUK, Forum Nasional Aceh, Kampak Indorayon, PMKRI, FMN, PIJAR Indonesia, SIRA, PB.HMI, Walhi, Solidamor, Jatam, Tapol Napol, AJI, FNKHP, Komsate, GMJ, Kopbumi, Pokja Petani, Raca Institute FKR