LSM DESAK MEGAWATI PERHATIKAN KOMNAS HAM

Jakarta, Kompas
    Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
serta Judicial Watch Indonesia (JWI) mendesak Presiden Megawati
Soekarnoputri memperhatikan kinerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM).
    "Kinerja Komnas HAM tiga bulan belakangan ini makin merosot.
Sebagian anggotanya terpaksa bekerja paruh waktu karena pendapatan
dari Komnas HAM relatif rendah serta kurangnya perhatian dari
pemerintah," ujar Ketua Presidium Kontras Ori Rahman di Jakarta,
Selasa (18/3).
    Akibatnya, kata Ori, beberapa anggota Komnas HAM bekerja lebih
untuk mencari posisi tawar yang kuat di mata publik demi kepentingan
tertentu.
    "Rendahnya atensi Presiden dan pendapatan mereka menyebabkan
mereka tidak peduli lagi terhadap persoalan penegakan HAM," papar Ori.
    Dia menyayangkan fungsi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komnas HAM
sebagai juru bicara yang hilang. Lembaga ini menjadi sangat
birokratis.
    "Semua jawaban, semua penjelasan, harus tunggu rapat pleno.
Seolah-olah hanya rapat pleno yang memiliki logika sehat, memiliki
hati nurani. Saya khawatir, rapat pleno jadi arena politik dagang
sapi," ucap Ori.
    Ketua Judicial Watch Indonesia (JWI) Andi Muhammad Asrun prihatin
kurangnya kepedulian Megawati terhadap Komnas HAM mencerminkan
ketidakpedulian Megawati terhadap penegakan HAM.
    "Megawati tidak terlalu peduli terhadap usaha penegakan HAM.
Apalagi Megawati juga dikenal dekat dengan kelompok militer yang
sering menghambat penegakan HAM," katanya.
    Asrun menyebut contoh tidak adanya niat Megawati mengungkap kasus
pelanggaran HAM atas kasus yang dialaminya sendiri, yaitu insiden
penyerangan berdarah terhadap kantor Partai Demokrasi Indonesia,
27 Juli 1996.
    Megawati justru mendukung Sutiyoso untuk menjadi Gubernur
Jakarta. Padahal, dulu Mega menyatakan insiden itu muncul karena
sikap represif militer, yang saat itu dipimpin Sutiyoso sebagai
Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) Jaya.
    Megawati juga memberi dukungan pemekaran sejumlah kodam dan
terpilihnya para kepala daerah yang masih menjadi anggota aktif
militer.
    "Sebagai presiden, panglima tertinggi Tentara Nasional Indonesia
(TNI), Megawati seharusnya menonaktifkan sementara atau membatalkan
promosi para perwira militer yang diduga kuat terlibat pelanggaran
HAM," tegasnya. (win)