Desakan Pada Pemerintah Indonesia Untuk Meratifikasi ICC (Internasional Criminal Court) Sebagai Bent

Siaran Pers

No. 08/SP-Kontras/III/03

  Tentang

Desakan Pada Pemerintah Indonesia Untuk Meratifikasi ICC (Internasional Criminal Court) Sebagai Bentuk Sikap Politik Menolak Agresi Amerika Serikat Ke Irak

Perang yang terjadi di Irak saat ini memasuki minggu kedua. Kecaman terhadap Amerika dan Inggris sebagai pihak yang paling bernafsu melakukan perang ini datang dari berbagai penjuru dunia. Kecaman-kecaman tersebut datang dengan berbagai argumentasi, rasionalisasi dan justifikasi.

Indonesia merupakan bagian dari pihak yang turut serta memberikan kecaman, desakan dan “tekanan” kepada Amerika Serikat (sebagai pemimpin koalisi anti Irak). Yang menarik adalah sikap dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, yang salah satunya mengecam kemandulan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) sehingga membiarkan dan tidak mampu menahan laju agresi militeristik yang kejam dan biadab dari Amerika dan koalisinya.

Hal ini merupakan signal bahwa ada semacam kerinduan terhadap sebuah otoritas yang mampu mengontrol dan melakukan penghukuman terhadap sebuah sikap yang tidak manusiawi dan tidak demokratis. Maka hal ini harus diartikan sebagai sebuah sikap penentangan terhadap prilaku kekerasan, militeristik, agresif, war minded, fasistik. Sehingga bukan sekedar sebuah sikap hipokrit yang hanya menolak melalui berstatement ria, tetapi di sisi lain Indonesia masih melanggengkan ketergantungan terhadap ekonomi politik kapitalistik, yang dianut oleh negara-negara besar, terutama Amerika.

Akan tetapi simplikasi dengan sekedar menyerahkan persoalan perang Irak saat ini kepada PBB (dengan meminta Dewan Keamanan bersidang, atau melalui Majelis Umum untuk mengeluarkan sebuah resolusi) hanya akan membuktikan ke-inferior-an Indonesia secara tidak cerdik. Karena baik melalui Dewan Keamanan maupun Majelis Umum, hanya akan membuat skenario perdebatan politis yang pada akhirnya hanya akan menjustifikasi para pemenang kekuatan-kekuatan politik dunia, termasuk pemenang peran (victory justice). Karena sebagaimana diketahui bahwa dalam PBB itu sendiri terdapat blok-blok kepentingan dan para korban politik yang sangat tergantung dengan rezim-rezim ekonomi-politik global.

Munculnya ICC, yang mulai berlaku sejak Juli 2001 seharusnya disikapi dengan optimis. Termasuk oleh Pemerintah Indonesia. Karena dalam ICC cukup menjamin untuk menyatakan bahwa War Crime atau Agresi sebagai sebuah kejahatan yang serius dan harus diadili. Selain itu ICC juga membuka ruang bagi penghukuman terhadap sikap-sikap kekerasan, militeristik, agresif, war minded, fasistik, meskipun dilakukan oleh pihak atau negara (warganegaranya) yang belum meratifikasi atau men-declare ICC. Sejauh pihak yang diserang atau menjadi korban telah menerima dan meratifikasi ICC.

Oleh karena itu KontraS memandang :

  1. Bahwa Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah yang lebih strategis untuk menghentikan perang dan mengadili kejahatan agresi Amerika Serikat dengan meratifikasi ICC.
  2. Bahwa Pemerintah Indonesia harus mendukung segala bentuk upaya untuk mendorong penegakan hukum secara internasional terhadap implikasi yang ditimbulkan, termasuk mendorong adanya Mahkamah Pidana Internasional.
  3. Pemerintah Indonesia harus bersikap tegas menolak/tidak mengakui bentuk-bentuk tindakan serupa, baik yang telah dilakukan oleh Amerika atau akan dilakukan oleh pihak manapun.

Jakarta, 27 Maret 2003

Presedium Koordinatoriat

Badan Pekerja

Mouvty Makaarim
Anggota