GEORGE W BUSH BERALIRAN POLITIK FUNDAMENTALIS HALUS

Jakarta, Kompas
    Ahli sosial demokrat dari Jerman, Thomas Meyer mengatakan, di
Eropa politik Presiden Amerika Serikat (AS) George Walker Bush yunior
dipandang sebagai aliran politik fundamentalis yang halus.
    Pandangan tersebut didasarkan pada dukungan untuk Bush yang
berasal dari para fundamentalis Protestan yang terorganisir baik dan
memiliki suara yang banyak.
    "Yang paling penting kaum fundamentalis di Amerika mencakup 40
persen jumlah pemilih," kata Thomas Meyer dalam diskusi
bertema "Perang dan Fundamentalisme" yang digelar di Jakarta, Selasa
(8/4).
    Diskusi yang diselenggarakan oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan
Tindak Kekerasan (Kontras) tersebut menghadirkan pembicara Thomas
Meyer yang datang ke Indonesia atas undangan Friedrich Ebert Stiftung
dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Safii Maarif.
    Menurut Meyer, fundamentalisme adalah suatu fenomena
interkultural.
    Fundamentalisme terjadi pada saat orang mempercayai satu agama
dan mengambil proporsi atau bagian tertentu dari agama tersebut dan
menyakininya. Fundamentalisme diinterpretasikan digunakan untuk
mendominasi, dipakai sebagai fundamen dalam politik.

Sangat sempit
    Pemahaman politik kaum fundamentalis, kata Meyer, menjadi
pemahaman politik yang sangat sempit dan tidak terbuka pada pemahaman
lain. Tidak ada pemisahan antara ruang publik dan kepercayaan agama.
    "Di dalam masyarakat di belahan dunia ini, fundamentalisme bisa
kecil atau besar. Adalah suatu kesalahan besar jika beranggapan bahwa
Islam itu fundamentalis dan Kristen itu tidak fundamentalis. Jadi,
salah jika fundamentalisme dikaitkan dengan agama, itu hanya cara
untuk melegitimasi kekuasaan," kata Meyer.
    Menyangkut pernyataan pihak AS yang sedang mempersiapkan
pemerintahan baru di Irak, menurut Safii Maarif, pembentukan
pemerintahan baru di Irak oleh AS tampaknya tidak semudah itu.
    Soal alasan penyerangan ke Irak yang dikemukakan George W Bush
selalu berubah-ubah di mana alasan pertama adalah untuk memusnahkan
senjata pemusnah massal, kemudian berusaha menjatuhkan Saddam Hussein
dan sampai sekarang Saddam belum tertangkap, kata Safii Maarif,
kemungkinan besar sebenarnya ada skenario yang lebih besar lagi.
    Perang AS-Irak ini adalah bentuk imperialisme baru.

Realistik
    Soal adanya permintaan agar Pemerintah Indonesia melakukan
pemutusan diplomatik dengan AS, menurut Safii Maarif, permintaan
semacam itu dinilai realistik.
    Lebih baik Indonesia berperan sebagai salah satu negara nonblok
untuk menggugah dunia atau mendesak PBB untuk menghentikan perang
tersebut karena korban sudah cukup banyak.
    "Saya juga tidak setuju jika PBB dibubarkan, tidak semudah itu.
Dewan Keamanan PBB memang perlu diadakan perombakan. Kita kan anggota
PBB, kita minta agar digelar sidang darurat. Paling tidak secara
moral itu akan bergema, sebab Amerika sudah tidak mau mendengar siapa-
siapa," kata Maarif.
    Safii Maarif menyarankan agar Indonesia bertindak proaktif.
Paling tidak Indonesia sebagai tokoh nonblok harus bangkit kembali
dari keterpurukan sekarang ini.
    "Kita kini tidak punya wibawa di forum-forum internasional karena
kondisi kita seperti sekarang ini," lanjut Maarif.
    Mengenai perang yang masih berkelanjutan dan bisa memicu isu
agama, Safii Maarif menyatakan tidak pernah setuju dengan isu-isu
agama.
    "Kalau perang berlangsung lama, rakyat Amerika harus disadarkan.
Kalau mereka melihat mayat banyak, mereka pasti akan berubah," tambah
Safii Maarif. (LOK)