PROSES HUKUM PELANGGARAN HAM HARUS JALAN TERUS

Jakarta, Kompas
    Proses hukum pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Timor Timur
(Timtim) harus tetap berjalan, meski Komisi HAM Perserikatan Bangsa-
bangsa (PBB) telah memutuskan untuk tidak melanjutkan pembahasan
tentang situasi HAM di Timtim. Keputusan Komisi HAM PBB itu tidak
dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah Indonesia untuk tidak
memperhatikan kritik serta pengawasan masyarakat internasional dalam
penyelenggaraan pengadilan ad hoc kasus HAM Timtim.
    Demikian keterangan pers bersama Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Imparsial, yang disampaikan
Koordinator Kontras Ori Rahman dan peneliti Imparsial Bhatara Ibnu
Reza, Sabtu (26/4).
    Dalam pernyataan pers yang dikeluarkan Kantor Perwakilan Tetap RI
untuk PBB di Geneva, disebutkan bahwa mulai tahun depan Komisi HAM
PBB tidak akan mengeluarkan pernyataan ketua (chairperson’s
statement) tentang situasi HAM di Timtim. Itu merupakan hasil
kesepakatan antara wakil Pemerintah RI, wakil Pemerintah Timtim, dan
wakil Uni Eropa.
    Ori mengemukakan bahwa secara hukum kedudukan dan posisi
pernyataan ketua lebih rendah dibandingkan resolusi dalam sidang-
sidang Komisi HAM PBB. Mekanisme munculnya pernyataan ketua adalah
kesepakatan dari para pihak yang bertikai, atau yang turut serta
dalam perundingan, tanpa melalui pemungutan suara. Berbeda dengan
resolusi yang membutuhkan mekanisme pengambilan suara dari negara-
negara peserta.
    "Karena itu, pernyataan ketua tidak mempengaruhi jalannya proses
hukum di masing-masing negara. Artinya, Pemerintah Indonesia harus
secara serius melakukan perbaikan terhadap penyelenggaraan pengadilan
HAM ad hoc dalam kasus pascajajak pendapat Timtim tahun 1999," kata
Ori.
    Menurut Ori, kesepakatan tersebut tidak melibatkan pihak korban
dan tidak membangun keputusan tersebut berdasarkan fakta pelanggaran
HAM yang terjadi, serta upaya hukum yang ditempuh selama ini.
Padahal, hasil pemantauan yang dilakukan utusan khusus (special
rapporteur) Param Cumaraswamy menyatakan kekecewaannya terhadap
peradilan HAM ad hoc Timtim.
    Rekomendasi yang dikeluarkan special rapporteur juga menegaskan
keharusan pelibatan masyarakat internasional dalam melakukan
pemantauan pengadilan perkara pelanggaran HAM berat. (LAM)