KEJAGUNG DINILAI TIDAK SERIUS TANGANI KASUS PRIOK

Jakarta, Kompas
    Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
menilai, Kejaksaan Agung tidak serius memproses kasus pelanggaran hak
asasi manusia (HAM) berat Tanjung Priok. Hal itu ditandai dengan
lebih dari 30 bulan lamanya berkas penyidikan kasus Priok tersebut
mengendap di Kejagung.
    Koordinator Presidium Badan Pekerja Kontras Ori Rahman
menyampaikan hal itu dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa
(20/5). Hadir juga dalam rapat, sejumlah perempuan yang termasuk
dalam keluarga korban kasus Priok.
    "Batas waktu penyidikan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM adalah sebanyak 240 hari. Tapi,
mengapa penyidikan kasus ini bisa mengendap sekian lama," tandas Ori.
    Dalam menetapkan nama dan jumlah tersangka, Kontras juga mengecam
langkah Kejagung yang mengabaikan substansi pelanggaran HAM berat
yang sistematis dan meluas. Kejagung hanya menetapkan 14 tersangka
yang kesemuanya merupakan pelaku lapangan.
    Padahal, berdasarkan investigasi Kontras, minimal tercatat ada 36
tersangka. Termasuk di antaranya sejumlah pengambil kebijakan atau
komando, seperti mantan Panglima Kodam Try Soetrisno, mantan Panglima
ABRI LB Moerdani, dan mantan Presiden Soeharto.
    Koordinator Korban Kasus Priok, Mukhtar Beni Biki, juga
mempertanyakan adanya kiriman surat berkepala surat Markas Besar
Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Kejagung dan beberapa instansi
lain. Surat yang ditandatangani Kolonel Setiawan itu dinilai telah
mengintervensi dan mempengaruhi proses hukum.
    "Kami hanya ingin sebuah keadilan," tegas Beni Biki.
    Atas dasar itu, Kontras mendesak DPR untuk memanggil dan meminta
pertanggungjawaban Jaksa Agung MA Rahman atas ketidaktransparanan,
kejanggalan, dan penyimpangan proses hukum kasus Priok.
    Menanggapi masukan yang disampaikan Kontras, Wakil Ketua Sub-
Hukum dan HAM Komisi II LT Sutanto berjanji akan mempertanyakan hal
tersebut kepada Jaksa Agung.
    Sementara itu, mengenai dugaan adanya intervensi dari Mabes TNI
terhadap proses hukum, anggota Komisi II dari Fraksi TNI/Polri Djasri
Marin mengajak semua pihak untuk berpikir positif pada institusi TNI.
(sut)