Tanggapan Terhadap Tindakan Berlebihan Pemerintah Selama Darurat Militer di Aceh

PRESS RELEASE
No: SP-Kontras/V/03
Tentang
Tanggapan Terhadap Tindakan Berlebihan Pemerintah
Selama Darurat Militer di Aceh

Hari ini Operasi Militer Terpadu di Aceh memasuki hari ke-9. Sejauh ini kita telah menyaksikan sejumlah korban sipil jatuh, sejumlah fasilitas publik rusak/hancur serta dampak lainnya seperti pengungsian, krisis pangan dan BBM, pendidikan yang terlantar, dan lain sebagainya. Akibat dari semua itu jelas dampaknya tidak semata fisik juga non fisik. Trauma dan ketakutan yang dialami masyarakat di Aceh jauh lebih serius ketimbang dampak fisik tersebut.

Diluar pertempuran yang terjadi dalam Operasi Militer tersebut, kami memandang bahwa terjadi juga beberapa tindakan berlebihan yang berkaitan dengan operasi militer terpadu tersebut antara lain:

1. Sweeping terhadap warga Aceh di provinsi-provinsi di luar Aceh dan penangkapan terhadap mereka yang dianggap terkait dengan GAM. Sweeping ini berlangsung di Jakarta dan sekitarnya, Bengkulu, Solo, Semarang. Termasuk juga perintah terhadap warga di masing-masing wilayah untuk menangkap orang-orang Aceh yang dicurigai untuk diserahkan kepada Kepolisian. Tindakan ini jelas merupakan tindakan rasis dan menimbulkan sikap saling curiga yang dapat memicu konflik sosial.

2. Permintaan kepada lembaga-lembaga asing untuk keluar dari Aceh dengan alasan menghindari intervensi asing dalam penyelesaian Aceh. Dalam hal ini termasuk lembaga-lembaga yang concern terhadap persoalan kemanusiaan. Upaya ini jelas merupakan bentuk isolasi Aceh semasa konflik dari publik internasional, terutama berkaitan dengan pemantauan perkembangan kemanusiaan, karena pemerintah meminta seluruh NGO keluar termasuk pekerja HAM.

3. Kriminalisasi terhadap aktifis-aktifis Aceh yang selama ini melakukan upaya koreksi terhadap pendekatan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan Aceh. Beberapa aktifis terancam ditangkap dengan tuduhan terlibat GAM. Dengan memanfaatkan sentimen sparatisme, pemerintah berupaya membungkam kelompok-kelompok yang kritis terhadap ketidakjelasan pendekatan pemerintah. Tindakan ini jelas bertentangan dengan semangat demokrasi dan keterbukaan.

4. Tindak kekerasan terhadap masyarakat sipil Aceh sepanjang operasi militer. Termasuk pelibatan mereka dalam tindakan-tindakan operasi militer untuk membuka jalan dan mengangkat jenazah.

5. Tekanan terhadap jurnalis dalam hal pemberitaan, termasuk terhadap media lokal berupa pembatasan pemberitaan dan intimidasi akan melakukan upaya hukum terhadap media yang dianggap menyampaikan pemberitaan yang �tidak benar�. Intimidasi ini jelas akan mempengaruhi kerja-kerja media di lapangan.

Terhadap tindakan-tindakan tersebut Kontras memandang bahwa pemerintah telah bersikap berlebihan dan diluar dari prinsip-prinsip operasi militer yang sebenarnya hanya berkaitan dengan kelompok-kelompok bersenjata di Aceh. tindakan-tindakan tersebut justru akan memicu munculnya problem-problem seperti konflik sosial dan pelanggaran hukum dan HAM yang akan berimplikasi pada delegitimasi terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Upaya-upaya pemerintah tersebut justru akan memicu internasionalisasi persoalan Aceh yang sebenarnya tidak diinginkan oleh pemerintah.

Oleh sebab itu Kontras menyatakan:

Pertama, meminta pemerintah untuk menghentikan tindakan-tindakan sebagaimana disebutkan di atas yang jelas-jelas kontra produktif dan tidak berhubungan dengan operasi militer.

Kedua, meminta pemerintah untuk mempertanggungjawabkan segala bentuk akibat dari operasi militer tersebut. Sebagaimana kita ketahui, justru saat ini kondisi umum di Aceh justru semakin memburuk bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, terutama di derah Pidie dan Bireun. Pertanggungjawaban tersebut berupa pertanggungjawaban hukum, sosial dan ekonomi.

Dan Ketiga, meminta kepada publik untuk turut mendesak pemerintah terbuka dan tetap membuka ruang bagi publik untuk mengetahui perkembangan yang terjadi di Aceh.

Jakarta, 27 Mei 2003

Presidium Koordinator
Badan Pekerja

Ori Rahman
Koordinator