Pengungkapan Pengungsi Aceh: TNI MELATIH MILISI

Jakarta, Kompas
    Sejumlah pengungsi yang ditemui Tim Pemantau Perdamaian di Aceh,
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), mengungkapkan bahwa
pasukan Tentara Nasional Indonesia melatih milisi, yang dimanfaatkan
untuk mengalihkan konflik horizontal menjadi konflik vertikal. Tidak
jelas apakah pelatihan milisi itu merupakan bagian dari kebijakan
TNI, atau cuma improvisasi sebagian prajurit.
    "Tenaga milisi itu direkrut dan dilatih di Aceh Tengah. Mereka
dilatih baris-berbaris, menggunakan dan merakit senjata api, serta
keterampilan dasar militer lain," papar Ketua Tim MM Billah di Kantor
Komnas HAM, Jakarta, Selasa (10/6). Anggota tim yang ikut ke Aceh
adalah Koesparmono, Zoemrotin, Ruswiyati, Ita F Nadia, dan Achmad
Marzuki.
    Mengutip penjelasan pengungsi, Billah menambahkan, tenaga milisi
ini disiapkan untuk memicu pertikaian antaretnis-Aceh dan non-Aceh,
agamaIslam non-Islam, dan antar warga-pendatang dan warga setempat.
    "Diduga, tenaga milisi itu disiapkan sejak pembentukan COHA
(Cessation of Hostilities Agreement)," ucap Billah. COHA dibentuk 9
Desember 2002.
    Pengungkapan soal pelatihan milisi ini sebenarnya bukan hal baru.
Februari lalu, Koordinator International Civil Peace Monitoring Tim
for Aceh, Ikravany, juga menuding TNI membentuk dan melatih milisi di
wilayah Aceh Tengah.
    Namun, tidak dijelaskan di mana saja milisi itu ditempatkan. Juga
tidak dijelaskan apakah informasi dari pengungsi itu sudah
dikonfirmasi ke pihak TNI atau belum. Juga tidak jelas apakah milisi
itu-jika benar ada-merupakan kebijakan pimpinan TNI atau cuma
improvisasi prajurit saja.
    Yang jelas, selain soal milisi, Billah juga mengungkap
sekurangnya ada enam hal pelanggaran hukum humaniter yang diduga
dilakukan TNI/Polri, Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan "Kelompok Tak
Dikenal".
    Keenam hal itu di antaranya kasus pembakaran, kasus pembunuhan,
sejumlah penangkapan di luar hukum, penyiksaan terhadap warga sipil,
pelecehan seksual, dan soal pengungsi.
    "Kami sudah mengumpulkan belasan saksi. Seluruh laporan tentang
dugaan pelanggaran hukum humaniter ini akan kami sampaikan kepada
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono,"
ucap Billah.
   
Penangkapan aktivis
    Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras), Selasa (10/6), menyesalkan penangkapan lima
aktivis hak asasi manusia (HAM) di Langsa, Aceh Timur, oleh
kepolisian setempat, 6-8 Juni lalu.
    "Ini merupakan bentuk nyata ketidakmauan pemerintah untuk
dimonitor elemen lembaga swadaya masyarakat," ujar Koordinator Badan
Pekerja Kontras, Usman Hamid.
    Kelima aktivis tersebut adalah relawan Palang Merah Indonesia
(PMI) Langsa Kerun, Ketua Pos Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Muhammad Yusuf (Nek Suh), Ketua Pemberdayaan Harkat Inong (Perempuan)
Aceh (PHIA) Nursyamsiah, serta dua staf PHIA Nadaria dan Fitriani.
    Penangkapan itu, menurut Kontras, terjadi sejak 6 Juni ketika
aparat mendatangi PMI Langsa. Aparat langsung menangkap dan membawa
Kerun. Esoknya, aparat mendatangi Kantor PB HAM Aceh Timur di Langsa
dan menangkap ketuanya, Muhammad Yusuf, dan dua aktivis PHIA,
Nursyamsiah dan Nadaria. Hari itu juga polisi mencari Fitriani, tapi
yang dicari melarikan diri dan baru esoknya menyerahkan diri.
Kelimanya kini masih diperiksa.
    Penangkapan itu, menurut Usman Hamid, merupakan kelanjutan dari
kebijakan Penguasa Darurat Militer yang mengembangkan stereotipe
kepada sejumlah aktivis di Aceh. Sasaran operasi tidak lagi semata
tertuju pada GAM, tetapi juga seluruh aktivis dan rakyat yang tidak
terlibat konflik.
    "Ini tampaknya merupakan upaya mengosongkan Aceh dari pantauan
aktivis, sehingga tidak ada lagi kontrol atas darurat militer," ujar
Usman.
    Kepala Kepolisian Negara RI Da’i Bachtiar yang dihubungi terpisah
menyatakan, pihaknya belum mengetahui penangkapan sejumlah aktivis di
Aceh.
    "Maaf saya belum tahu. Tetapi, kalau konteksnya sebagai
pertanggungjawaban aktivitas yang bersangkutan, yang diduga ada
keterkaitan dengan GAM, bisa saja dilakukan," ujarnya.
(B11/SON/LOK/win)