KELUARGA KORBAN KASUS TRISAKTI-SEMANGGI TUNTUT ADA PENGADILAN PENGADILAN HAM AD HOC

Jakarta, Kompas
    Keluarga Korban tragedi Trisakti, Semanggi I dan II, Kamis
(19/6), menyatakan penolakan terhadap pengadilan militer atas
peristiwa Trisakti dan Semanggi II. Mereka tetap menuntut agar
masalah tersebut dituntaskan melalui mekanisme pengadilan hak asasi
manusia (HAM) ad hoc.
    Tuntutan tersebut disampaikan oleh perwakilan keluarga korban
didampingi Ketua Tim Penuntasan Kasus Trisakti Prof Dadan Umar
Daihani, anggota Presidium Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, dan Presiden Mahasiswa Universitas
Trisakti Andika Rizki.
    Ny Sumarsih, ibu almarhum Wawan yang tewas dalam Tragedi Semanggi
I, menuntut agar pemerintah dan DPR mendorong digelarnya pengadilan
HAM ad hoc untuk menyelesaikan ketiga kasus tersebut. Ia
mempertanyakan sikap DPR yang seharusnya mengawasi agar pengadilan
HAM ad hoc berjalan justru mengambil alih kewenangan Komnas HAM.
Akibatnya, proses pengadilan HAM ad hoc atas ketiga kasus itu
terhalangi.
    Menurut Sumarsih, penuntasan ketiga kasus itu akan menjadi
pelajaran yang berharga untuk mencegah pelanggaran HAM pada masa
mendatang. "TNI/Polri selalu menyatakan telah memperhatikan HAM.
Kenyataannya sampai sekarang korban-korban kekerasan negara dan
pelanggaran HAM masih saja berjatuhan," kata Ny Sumarsih.
    Keinginan keluarga korban dan para aktivis HAM agar kasus
Trisakti, Semanggi I dan II diselesaikan melalui pengadilan HAM ad
hoc terkatung-katung setelah hasil penyelidikan Komnas HAM berkali-
kali ditolak Kejaksaan Agung. Proses itu berhenti di tangan Kejaksaan
Agung dengan alasan terhalang rekomendasi DPR yang menyatakan bahwa
tidak ada pelanggaran HAM berat dalam ketiga peristiwa itu.
Dalam kasus Trisakti, Kejaksaan Agung juga menggunakan alasan
peristiwa itu telah diselesaikan oleh pengadilan militer.
    Menurut Usman Hamid, pengadilan militer hanya merupakan mekanisme
internal TNI untuk menghukum pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
oleh anggotanya. Pengadilan militer, menurut dia, sama sekali tidak
menutup pintu bagi digelarnya pengadilan HAM Ad Hoc. Bila ada niat
baik untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut, duduk bersama untuk
membicarakan bagaimana masalah yang dihadapi bisa diatasi.
    Keluarga korban dan para aktivis HAM  mendesak agar Kejaksaan
Agung menindaklanjuti penyidikan yang telah dilakukan oleh Komnas HAM
dan meminta agar DPR mencabut rekomendasinya yang menyatakan tidak
ada pelanggaran HAM berat dalam ketiga kasus tersebut. (WIS)