Operasi Terpadu Didominasi Operasi Pemulihan Keamanan

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai
operasi terpadu di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), yang sudah
berjalan sebulan ini, terlalu didominasi oleh operasi pemulihan keamanan
sehingga agenda lainnya yang terdapat dalam operasi terpadu tersebut
agak terabaikan.

“Secara umum Kontras memandang bahwa operasi terpadu yang digelar saat
ini tidak berjalan sbagaimana yang dijanjikan pemerintah dan sangat
terfokus pada operasi pemulihan keamanan semata-mata,” tegas Koordinator
Kontras Usman Hamid, dalam konferensi pers mengenai satu bulan darurat
militer di Aceh, di Kantor Kontras Jalan Cisadane Jakarta, Jumat (20/6).

Dominasinya pemulihan keamanan tersebut menurutnya, menunjukkan kuatnya
paradigman militeristik. “Dengan demikian agenda di luar penyelesaian
secara militer nyaris kehilangan concern dengan kentalnya kekerasan,
dimana korban berjatuhan, perlakukan kasar terhadap warga sipil dan
perusakan-perusakan fasilitas sipil,” jelas Usman.

Kontras menyoroti adanya beberapa petinggi militer bermasalah seperti
yang terindikasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Timor Timur,
yang ikut bagian dari operasi pemulihan keaman di Aceh. “Dikhawatirkan
akan menyeret operasi ini memiliki konstruksi yang sama dengan
operasi-operasi militer sebelumnya yang berimplikasi pada pelanggaran
HAM,” tegas Usman seraya menambahkan tidak maksimalnya pengawasan dari
DPR, memperbesar peluang pelanggaran HAM di Aceh.

Usman menyebutkan operasi terpadu mengakibatkan ketegangan di masyarakat
dan timbulnya suasana represif di masyarakat, yang ditunjukkan dengan
meningkatnya angka pengungsian di berbagai tempat di Aceh, kecenderungan
adanya tindakan rasisme dan diskriminasi terhadap warga Aceh yang berada
di luar NAD.

Kontras juga menyesalkan pernyataan permisif terhadap jatuhnya korban
sipil akibat operasi yang digelar sejak 19 Mei 2003 tersebut. “Yang
menyedihkan adalah munculnya pernyataan-pernyataan permisif yang
menganggap bahwa korban dari kalangan sipil merupakan hal yang tidak
terhindarkan,” ungkap Usman.

Pada kesempatan itu,� Kontras juga mengkritisi adanya kontrol dan
pembatasn akses informasi bagi jurnalis dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM) baik lokal, nasional maupun asing. “Pemerintah membatasi dengan
mekanisme yangmembuat mereka tidak dapat bekerja leluasa dan
independen,” tegasnya.

Dengan berbagai catatan tersebut, Kontras meminta DPR memanggil
Pemerintah untuk� melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan operasi
ter[adu yang telah berjalan satu bulan ini. “Evaluasi ini berkaitan
dengan banyaknya peristiwa yang terjadi sampai hari ini yang kontra
produktif dengan semangat pemulihan ini,” ujar Usman.

Kontras juga meminta agar Pemerintah mengevaluasi pendekatan militer
yang selama ini dilakukan, melihat tingginmya tingkat kekerasan dan
jatuhnya korban di kalangan sipil. (edj)