OPERASI MILITER HARUS DIHENTIKAN

Jakarta, Kompas
    Pemerintah hendaknya mengevaluasi secara serius dan
mempertimbangkan kembali kebijakan operasi militer di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Mengingat makin banyaknya korban sipil,
sebaiknya operasi militer dihentikan dan kedua belah pihak yang
bertikai kembali ke meja perundingan.
    Imbauan ini disampaikan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, Sabtu (21/6).
    Korban sipil kembali jatuh, Jumat (20/6) lalu, saat Bus Salam
berpenumpang 40 orang dicegat lima orang bersenjata dan diberondong
tembakan di Desa Teupin Raya, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten
Pidie. Akibatnya, delapan penumpangnya terluka.
    Usman Hamid menyesalkan penembakan warga sipil tersebut.
Menurutnya, akses transportasi atau fungsi-fungsi publik di jalan
harus betul-betul diamankan. Sebuah bus yang melewati wilayah yang
sedang dalam situasi darurat tentu menjadi tanggung jawab sepenuhnya
Penguasa Darurat Militer Daerah.
    Dengan kenyataan seperti ini, menurut Usman, TNI harus benar-
benar berbesar hati mengakui memang banyak korban sipil yang jatuh
dan TNI tidak perlu terus-menerus bertahan pada posisi defensif.
    "Kalau TNI terus-menerus defensif kemudian GAM juga tidak mau
dituding, lalu siapa yang harus bertanggung jawab? Sementara secara
resmi ini di bawah penguasaan Penguasa Darurat Militer," katanya.
    Evaluasi serius perlu dilakukan oleh TNI, bukan hanya melihat
jumlah anggota GAM yang ditangkap, yang terbunuh, bahkan GAM yang
kemudian menyerahkan diri sebagai sebuah keberhasilan operasi di Aceh.
    Keberhasilan itu mestinya diukur seberapa jauh operasi ini tidak
mengakibatkan jatuhnya korban sipil. Tanpa evaluasi seperti itu akan
sulit untuk melihat apakah benar operasi terpadu ini menjadi
kebijakan yang tepat bagi penyelesaian masalah Aceh atau memang harus
dihentikan dan kemudian kembali ke meja perundingan. Pertanyaan-
pertanyaan itu yang harus dijawab berdasarkan evaluasi tersebut.
    DPR pun tidak bisa diam saja melihat situasi seperti ini. Tidak
bisa seolah tidak terlalu bertanggung jawab dalam masalah ini.
Padahal, peristiwa yang terjadi ini bukan yang pertama kali korban
sipil jatuh, sebab sudah berkali-kali korban sipil jatuh.
    Data dari kepolisian, PMI, dan Komnas HAM mestinya sudah menjadi
bukti yang cukup atau merupakan indikasi yang kuat bahwa masalah
keselamatan masyarakat sipil benar-benar menjadi persoalan yang
serius.(LOK)