Serangan ke Kantor Kontras Tak Surutkan Penegakan HAM

Sejumlah aktivis HAM menyesalkan penyerangan terhadap Kantor Kontras oleh kelompok yang mengaku diri Pemuda Panca Marga (PPM), Selasa (27/5) siang. Menurut para aktivis itu, penyerangan terhadap Kontras sekaligus penyerangan terhadap hak asasi manusia. Penyerangan ini, kemudian, tak akan menyurutkan langkah untuk tetap menegakkan HAM di Indonesia.

Hal ini terungkap dalam keterangan pers bersama yang dilaksanakan di halaman Kantor Kontras, Jalan Cisadane nomor 9, Jakarta Pusat, beberapa jam setelah penyerangan pada pukul 13.00 WIB tadi. Hadir dalam kesempatan itu dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRuK) Sandyawan Sumardi, Direktur Elsam Ifdhal Kasim, PBHI Jhonson Panjaitan, Imparsial Rachlan Nashidik dan IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang) Mugianto. Juga, mantan Sekretaris Jenderal Komnas HAM Asmara Nababan, datang.

Kejadian ini, seperti terungkap dalam jumpa pers tadi, bukan penyerangan terhadap Kontras atau Munir namun terhadap HAM, hukum dan demokrasi. “Tindakan macam ini jelas tak bisa ditoleransi,” ujar Ifdhal Kasim.

Menurut Kasim, tuduhan PPM bahwa Kontras anti-Indonesia adalah tuduhan yang tidak berdasar. Pasalnya, para aktivis HAM pun mencintai Indonesia dengan cara berbeda.

Sementara itu, Asmara Nababan menyatakan penyerangan ini merupakan contoh jelas dari tindakan fasisme. Kalau tak dihentikan, hal seperti itu akan menjadi hantaman bagi kehidupan demokratisasi.

Diingatkan Asmara Nababan, dengan kejadian ini, jangan ada yang bermimpi kalau gerakan HAM akan mati. Terbukti, dengan adanya berbagai penculikan dan penghancuran kantor aktivis HAM, perjuangan terhadap HAM tak berhenti.

Sedangkan, Sandyawan berpendapat, cuma orang-orang yang ketakutanlah yang bisa bertindak secara brutal. Cara-cara fasisme seperti ini justru semakin membuka kedok dari tindakan yang tidak adil. Sebab, gerakan HAM tak bisa dibunuh dengan cara-cara murahan seperti itu.

Para aktivis juga meminta agar polisi mengusut tuntas kejadian dimaksud. Apalagi, hal tersebut menjadi sangat penting guna menunjukkan eksistensi kepolisian. Kalau, polisi membiarkan, artinya, tindakan ini telah mendapat persetujuan dari polisi dan hukum tak pernah diakui polisi.

“Orang-orang yang melakukan sudah jelas. Alamatnya sudah jelas. Mereka bermarkas di Kodim (Makodim Kemayoran 0501-red) dan ada nomor teleponnya,” demikian Sandyawan. (prim)