Soal Hilangnya Barang Bukti Kasus Priok: KONTRAS MINTA POLISI MENGUSUT TUNTAS

Jakarta, Kompas
    Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
mendesak aparat kepolisian mengusut hilangnya barang bukti kasus
Tanjung Priok. Kontras menilai, kejaksaan terbukti tidak serius
menegakkan hukum.
    "Hilangnya barang bukti perkara yang berada dalam kuasa sita
Kejaksaan Agung menunjukkan ketidakseriusan kejaksaan menyiapkan
kelengkapan dakwaan. Apalagi barang bukti ternyata masih di Mabes TNI
yang anggotanya diadili," kata Koordinator Kontras Usman Hamid dalam
jumpa pers di kantor Kontras, Selasa (18/11), yang didampingi
keluarga korban kasus Tanjung Priok.
    Barang bukti yang hilang adalah 13 senjata semiotomatis SKS-45
(Samozariadnya Karabina Simonova) lengkap dengan bayonet dan
selongsong peluru yang disita dari terdakwa Kapten Sutrisno Mascung,
mantan Komandan Regu III Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang-
06. Barang bukti lain adalah prosedur tetap penindakkan huru-hara
1984, rekaman kaset kejadian 12 September 1984, buku register tahanan
Polisi Militer Kodam V/Jaya di Guntur, dan daftar nama tahanan
titipan di Laksusda Jaya.
    Hilangnya barang bukti terungkap dalam persidangan di Pengadilan
Ad Hoc Jakarta Pusat, Senin lalu. Anggota majelis hakim, Binsar
Gultom, mempertanyakan kejaksaan yang tidak bisa membawa barang bukti
ke persidangan. Padahal, dalam berkas acara disebut, Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Umum MA Rachman telah menyita barang-barang bukti.
    Kontras menilai, hilangnya barang bukti ini menunjukkan kentalnya
diskriminasi politik dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM
sehingga yang terlihat adalah kecenderungan bekerja asal-asalan. "Ini
bukan saja bisa menjatuhkan kredibilitas kejaksaan, tetapi juga
menyebabkan korban dan keluarga gagal mendapat putusan adil," tandas
Usman.

Jaksa harus proaktif
    Tidak adanya barang bukti yang diajukan ke persidangan kasus
Tanjung Priok juga dipertanyakan ahli hukum Dr Indriyanto Seno Adji.
Lolosnya berkas perkara itu ke pengadilan tanpa barang bukti,
menunjukkan jaksa tidak serius menangani kasus itu "Sejak awal proses
perkara itu seharusnya jaksa proaktif mencari barang bukti," ujarnya.
    Tanpa barang bukti, posisi jaksa dalam pembuktian sangat
lemah. "Kalau barang bukti tidak ada, konsekuensi yuridisnya jaksa
harus menuntut bebas para terdakwa," ujarnya.
    Tanpa barang bukti, peradilan kasus Tanjung Priok hanya untuk
memenuhi tuntutan publik. Mengenai hilangnya barang bukti di Mabes
TNI, Indriyanto menegaskan, itu berarti ada pelanggaran ketentuan
lain.
    Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung
Kemas Yahya Rachman membantah barang bukti tidak lengkap. Kalaupun di
peradilan terungkap barang bukti hilang, kejaksaan punya alat bukti
lain. "Tidak benar pembuktian lemah. Barang bukti bukan alat bukti
satu-satunya, ada bukti lain seperti keterangan saksi, ahli dan
surat," ujarnya.
    Sementara itu, di Pengadilan Ad Hoc Jakarta Pusat kemarin, sidang
kasus itu dilanjutkan dengan pemunculan dua saksi Mochtar Mapuna
Dewang dan Sofwan yang mencabut keterangan dalam berita acara
pemeriksaan (BAP) dan mengaku ikhlas telah menerima siksaan di Rumah
Tahanan Cimanggis.
    Ini dikatakan keduanya dalam persidangan dengan terdakwa Mayjen
(Purn) Pranowo, mantan Kepala Polisi Militer Kodam V Jaya, Selasa
kemarin.
    Kedua saksi mengaku menyesal telah memberi keterangan berlebih-
lebihan dalam BAP. Ia juga mengaku ikhlas dan tidak dendam kepada
aparat meski kehilangan kaki kanannya yang tertembak. "Seikhlas-
ikhlasnya saya menerima keadaan ini," kata Mochtar. (SON/SIE/WIN)