DEMONSTRAN PERINGATI HARI HAM SEDUNIA

Jakarta, Kompas
    Ratusan mahasiswa, pemuda, dan aktivis organisasi nonpemerintah,
korban penggusuran, serta petani hari Rabu (10/12) turun ke jalan
dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia Sedunia. Mereka
mengecam tiadanya komitmen pemerintah dan elite politik dalam
menangani kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Air dan menuntut para
jenderal pelanggar HAM diajukan ke Pengadilan HAM Ad Hoc.
    Aksi turun ke jalan itu-yang dilakukan bersama-sama dengan aksi
anti-imperialisme dan neoliberalisme-diadakan bersamaan dengan
penyelenggaraan sidang Consultative Group on Indonesia (CGI).
    Aksi serupa terjadi di beberapa daerah, seperti di Semarang,
Palembang, dan Samarinda.
    Di Jakarta, dua mahasiswa dari Universitas Mercu Buana, Eko dan
Nurhadi, ditangkap polisi di depan Istana Negara. Mereka ditangkap
karena dianggap mengadakan aksi tanpa memberitahukan rencana terkait
kepada pihak berwajib.
    Sejumlah organisasi nonpemerintah yang bergerak dalam advokasi
hak asasi manusia (HAM), seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (Kontras), Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia
(Ikohi), Imparsial, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, ikut
berpartisipasi dalam aksi itu.
    Elemen mahasiswa, seperti dari Universitas Trisakti, Universitas
Jayabaya, dan Universitas Mercu Buana, maupun elemen-elemen
nonkampus, seperti dari Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) dan
Front Kota, juga bergabung dalam aksi kemarin.
    Aksi kali ini berlangsung di beberapa titik sekaligus, seperti di
kawasan Semanggi, Bundaran Hotel Indonesia, Gedung PBB, Gedung
MPR/DPR, Gedung Bank Indonesia (BI), dan Istana Merdeka.
    FPPI dalam pernyataannya menuntut agar mantan Presiden Soeharto
diadili atas kejahatan ekonomi politik dan HAM yang dilakukan selama
ia berkuasa. FPPI juga menuntut dihentikannya penggusuran dan cara-
cara militer dalam penyelesaian konflik. Front Anti Imperialisme dan
Pelanggaran HAM menuntut dihentikannya operasi militer di Aceh,
Papua, dan Maluku.
    Secara khusus mereka juga mengecam aksi-aksi penggusuran oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dinilai sebagai pelanggaran
terhadap hak-hak ekonomi sosial rakyat.
    Koordinator Kontras Usman Hamid kepada wartawan mengatakan, aksi
peringatan Hari HAM itu dilakukan sebagai tuntutan terhadap negara
agar menuntaskan berbagai pelanggaran HAM di masa lalu. Masyarakat
menilai, demikian Usman, partai-partai politik (parpol) lama ataupun
baru yang ikut Pemilu 1999 terbukti tidak memiliki komitmen
menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM.
    Apabila dalam Pemilu 2004 tidak ada parpol yang mau mengagendakan
penuntasan kasus-kasus HAM, maka tidak ada parpol yang layak
dipilih. "Kalau memang tidak ada parpol yang layak, rakyat tidak
hanya berhak memilih, tetapi juga berhak tidak memilih," kata Usman
menekankan.
   
Perjuangkan sendiri
    LBH Jakarta yang mengadakan peringatan Hari HAM bersama beberapa
korban pelanggaran HAM menyatakan, karena pemerintah tak bisa
diharapkan memperjuangkan HAM, maka rakyat diminta memperjuangkan hak
mereka yang terlanggar.
    "Jika masyarakat tak mampu memperjuangkan hak-hak mereka sendiri,
maka ada beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM), seperti Lembaga
Bantuan Hukum Jakarta, yang siap membantu proses perjuangan itu,"
ujar Direktur LBH Jakarta Uli Parulian Sihombing.
    Dalam peringatan itu dibacakan piagam HAM Jakarta yang disusun
beberapa serikat pekerja, kelompok prodemokrasi, aktivis perempuan
dan HAM, mantan eks tahanan politik, dan korban penggusuran. Dalam
piagam itu disebutkan, setiap korban pelanggaran HAM berhak menuntut
penyelesaian secara adil melalui proses hukum yang terbuka,
transparan, serta mendapat ganti rugi dan rehabilitasi nama baik.
    Menurut Uli, tema peringatan Hari HAM tahun ini adalah
penghormatan atas hak tempat tinggal. Tema tersebut, katanya, sangat
sesuai dengan kondisi Jakarta saat ini yang diwarnai penggusuran di
berbagai tempat.
    Dalam peringatan ini juga diberikan penghargaan LBH Jakarta
Awards kepada Masyarakat Nelayan Ancol Timur yang memperjuangkan
permukiman mereka yang telah digusur pada tahun 2001.
    Penghargaan itu diberikan karena mereka dinilai konsisten
memperjuangkan hak atas tempat tinggal mereka melalui jalur hukum,
tanpa menggunakan kekerasan.
    Di hari yang sama, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI) menggelar jumpa pers dan menyatakan negara telah gagal
membendung kekuatan Orde Baru yang mendalangi sejumlah pelanggaran
HAM berat.
    "Salah satu upaya penting mengevaluasi perlindungan HAM adalah
dengan melihat proses penataan kepolitikan. Ini belum dilakukan
pemerintahan saat ini," ujar Ketua YLBHI Munarman.

Aksi dan orasi
    Di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), peringatan Hari HAM
dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat dengan cara unjuk rasa dan
long march di beberapa ruas jalan di kota itu. Aksi berakhir di
Kantor Gubernur Kaltim.
    Sebelumnya, mereka juga menggelar aksi di Kantor Kejaksaan Negeri
Samarinda. Hujan yang turun tidak menghalangi puluhan aktivis dari
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), LMND, BEM FISIP Universitas
Mulawarman, dan Pokja 30 yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Kaltim
untuk HAM melangsungkan aksi mereka.
    Brigitta Edna dari Forum Antikekerasan terhadap Perempuan dalam
orasinya menekankan tentang minimnya perhatian pemerintah terhadap
masalah kekerasan terhadap perempuan.
    Di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), sejumlah LSM yang
tergabung dalam Komite Rakyat untuk Hak Asasi Manusia melakukan aksi
jalan kaki dari Monumen Perjuangan Rakyat ke Kantor Gubernur Sumsel.
    "Di Palembang sedikitnya tujuh kasus pemukulan dan ancaman
terhadap demonstran dilakukan polisi dan kelompok tak dikenal yang
dibiarkan polisi," ujar Direktur Internal LBH Palembang Anggiat
menekan.
    Di Semarang, peringatan Hari HAM dilakukan puluhan mahasiswa dari
Front Perjuangan Rakyat Miskin (FPRM) dengan unjuk rasa di Bundaran
Air Mancur di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Rabu.
(WIS/WIN/DOT/RAY/K09/WHO)