POLITIK UANG PERSULIT UPAYA PERLINDUNGAN HAM

Jakarta, Kompas
    Politik transaksional dan politik uang merupakan salah satu
penyebab pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia tidak
kunjung membaik. Medan politik yang ditandai dengan tawar-menawar
jabatan dan uang membuat medan politik sulit dipengaruhi oleh agenda
masyarakat. Dalam situasi seperti ini, bisa diperkirakan situasi HAM
di Indonesia pada tahun 2004 besar kemungkinan akan lebih buruk
dibandingkan dengan tahun ini.
    Demikian refleksi pelaksanaan HAM di Indonesia sepanjang tahun
2003 yang disampaikan dalam jumpa pers Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Kamis (11/12).
    Menurut Koordinator Kontras Usman Hamid, tidak kunjung membaiknya
situasi HAM di Indonesia disebabkan berbagai kesalahan di level
negara maupun masyarakat sipil. "Prinsip dasar perjuangan HAM harus
ditempuh lewat medan pertempuran politik," kata Usman.
    Cara itu diperlukan untuk mempengaruhi subyek dominan negara
dalam penegakan HAM. Akan tetapi, gerakan masyarakat sipil pasca-
Soeharto terlalu memusatkan pada negara. Sementara negara, militer,
dan pemilik modal berjalan seiring sehingga mempersulit penyelesaian
HAM. Bahkan keberpihakan negara pada modal menyebabkan berbagai kasus
pelanggaran HAM baru pada masyarakat kecil, baik petani, buruh,
maupun korban penggusuran.
    Mufti Makarimal Akhlaq, aktivis Kontras, mengemukakan, transisi
politik yang tidak ditandai oleh pergulatan antara kekuatan demokrasi
dan kekuatan Orde Baru tidak menguntungkan bagi penegakan HAM.
Kriminalitas negara selalu berlindung di balik klaim kepemilikan
otoritas. Tidak ada kebijakan baru untuk perlindungan HAM, tetapi
yang terjadi justru munculnya berbagai peraturan baru yang
bertentangan dengan HAM.
    Mufti juga menyebut, dalam masa transisi sekarang justru
kejahatan negara diberi payung hukum. Ia menunjuk UU Terorisme dan
diterapkannya UU Penanggulangan Keadaan dalam penyelesaian
Aceh. "Padahal, pada awal reformasi, UU ini selalu dipersoalkan,"
katanya.
    Andi Rizal, Koordinator Kontras Aceh, mempersoalkan status hukum
terhadap mereka yang menyerahkan diri kepada aparat militer. Mereka,
kata Andi, akan tetap diawasi setelah lepas dari pembinaan seperti
nasib yang dialami para ekstapol yang dituduh terkait dengan PKI.
Andi juga mempersoalkan tidak adanya proses hukum dan pendampingan
hukum terhadap mereka yang dituduh terlibat dalam Gerakan Aceh
Merdeka (GAM).
    Pieter Ell, Koordinator Kontras Papua, memperkirakan kasus-kasus
pelanggaran HAM di Papua akan meningkat pada tahun 2004. Apalagi saat
ini telah masuk kelompok milisi yang pernah terlibat di Timtim masuk
ke Papua. Pertentangan elite politik lokal juga makin
terbuka. "Kondisi Papua saat ini relatif tenang tetapi konflik bisa
datang tak terduga," katanya.(wis)