Permintaan Komnas HAM Kepada DPR Untuk Memberikan Rekomendasi Baru Kasus Trisakti, Semanggi I dan Se

PRESS RELEASE

No : 05/PR-KontraS/II/2004

TENTANG

PERMINTAAN KOMNAS HAM KEPADA DPR UNTUK MEMBERIKAN REKOMENDASI BARU KASUS TRISAKTI, SEMANGGI I DAN SEMANGGI II

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPR dengan Komnas HAM pada 3 Februari 2004, Komnas HAM meminta DPR untuk mengkaji dan meninjau kembali rekomendasi DPR tentang tidak adanya indikasi pelanggaran berat HAM dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1 . Menanggapi permintaan tersebut Komisi Hukum DPR menunjukan Ketua Subkomisi HAM Hamdan Zoelva sebagai koordinator untuk melakukan pengkajian kemungkinan mengubah rekomendasi DPR jika ditemukan bukti-bukti baru dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 2 .

Atas tanggapan DPR terhadap permintaan Komnas HAM tersebut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memandang bahwa :

  1. Pansus DPR yang bekerja sejak tahun 2000 de jure tidak memiliki kewenangan melakukan pengungkapan fakta yang bersifat pro justicia lewat fungsi penyelidikan ( inquiry ) terhadap peristiwa pelanggaran berat HAM masa lalu. Rekomendasi yang dikeluarkan tidak bersifat mengikat dan tetap membuka ruang untuk dilakukannya penyelidikan sesuai UU No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
  2. Keputusan politik Pansus seharusnya dibutuhkan sebagai bentuk dukungan legislatif terhadap eksekutif dalam menjalankan fungsi penegakan hukum yang melekat padanya, bukan untuk menetukan status kasus sebagai pelanggaran berat HAM atau bukan. Bukti-bukti dan hasil investigasi kelompok-kelompok masyarakat seharusnya sudah bisa digunakan Pansus memberikan rekomendasi dengan adanya pelanggaran berat HAM, yang akan dibuktikan dalam proses peradilannya.
  3. Dengan demikian, Pansus DPR tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan terhadap keputusan politik lewat adanya bukti baru ( novum ) karena hal itu merupakan kewenangan Mahkamah Agung dalam mengubah keputusan kasasi. Pencabutan yang diminta Komnas HAM lebih berkaitan dengan adanya ekses negatif dari rekomendasi DPR berupa penolakan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan, sehingga secara moral telah merugikan hak-hak para korban dan keluarganya untuk mendapatkan keadilan.
  4. Pernyataan Kejaksaan Agung tentang penolakan untuk melakukan penyidikan dengan dalih “nebis in idem” serta tidak adanya rekomendasi DPR tetang pelanggaran berat HAM dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II merupakan bentuk ketidakpahaman terhadap peran pro justicia -nya yang mandiri dan tidak tersubordinasi intervensi luar dalam berbagai bentuk, termasuk keputusan politik DPR.

Berdasarkan pandangan-pandangan diatas Kontras merekomendasikan :

  1. Mendesak DPR untuk segera memberikan rekomendasi baru untuk terhadap kasus-kasus tersebut sebagai bentuk tanggung jawab moralnya untuk mendukung good governance aparatur penegak hukum dan supremasi hukum itu sendiri.
  2. Dengan tidak masuknya hasil penyelidikan KPP-HAM Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II yang menunjukan indikasi adanya pelanggaran berat HAM, Kejaksaan Agung juga harus bersikap pro aktif mendesak DPR untuk mengubah rekomendasinya atas kasus-kasus tersebut.

Jakarta, 5 Februari 2004

Badan Pekerja

Usman Hamid
Koordinator

1 Kompas, 4 Februari 2004

2 Koran Tempo, 3 Februari 2004