Penangkapan Aktivis Mahasiswa; Bukti Kebebasan Sipil Dalam Ancaman

Siaran Pers

No : 06/SP-KontraS/II/2004

"Penangkapan Aktivis Mahasiswa; Bukti Kebebasan Sipil Dalam Ancaman"

KontraS mengecam tindak penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (arbitrary arrest and detention) yang ditunjukan langsung kepada para aktivis di Aceh. Tindakan ini jelas mengancam kebebasan masyarakat sipil, khusus mereka yang tetap bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah. KontraS menduga, penangkapan tersebut terkait dengan kritik yang dilancarkan oleh organisasi-organisasi mahasiswa Aceh atas kinerja PDMD sepanjang masa darurat militer dan persiapan menjelang Pemilu di Nanggroe Aceh Darusallam serta advokasi mereka terhadap pengungsi sehingga dianggap sebagai bagian dari GAM. Atas dasar itu, KontraS mendesak agar semua aktivis yang ditangkap untuk segera dibebaskan. KontraS mendesak Polri khususnya Polda Nanggroe Aceh Darusallam untuk bersikap independen dan bebas intervensi politik dari pihak manapun, sehingga mampu menunjukan dasar pertimbangan penangkapan yang jelas.

Pada 23 Februari 2004, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menerima laporan adanya penangkapan aparat Kepolisian yang tergabung dalam Pasukan Pemburu Unit Kecil Lengkap (UKL) Satbrimobda terhadap sejumlah aktivis mahasiswa di Nanggroe Aceh Darusallam. Penangkapan berlangsung pada waktu subuh hingga Senin pagi, 23 Februari 2004. Mereka yang ditangkap adalah Harlina (23) Mahasiswi IAIN Arraniry dan aktivis Impel, Syafruddin (22) Mahasiswa IAIN Arraniry dan aktivis SMUR, Nursida (21) Mahasiswi IAIN Arraniry dan aktivis Organisasi Perempuan Aceh Demokratik (ORPAD) serta Nova Rahayu (20) Mahasiswi Unsyiah dan aktivis ORPAD. Sampai dengan saat ini tidak diketahui alasan jelas dari penangkapan tersebut serta keberadaan mereka yang ditangkap.

Sebelumnya, pada 19 Februari 2004 pasukan yang sama telah melakukan penangkapan terhadap Aman Ayu alias Masrizal alias Abdussalam (30), pengungsi dari Kecamatan Bandar Aceh Tengah yang sejak tahun 2001 mengungsi ke Banda Aceh yang juga relawan Ikatan Mahasiswa Pelajar Linge (Impel). Dua hari kemudian (21/2), aparat kembali melakukan penangkapan terhadap iwan Irama Putra (24), Mahasiswa IAIN Arraniry Banda Aceh dan aktivis organisasi Solidaritas untuk Aceh Tengah (SUAT) dan Impel yang menangani masalah pengungsi. Iwan sempat bersama-sama dengan aktivis lainnya melacak kebradaan Aman Ayu dan berhasil melihat dari kejauhan keberadaan Aman Ayu dalam keadaan mata tertutup kain dan badan memar bekas pukulan.

KontraS berpendapat bahwa pola penangkapan yang kembali diberlakukan saat ini, tampaknya masih dilihat sebagai mode yang efektif untuk membungkam kebebasan politik rakyat di Aceh. Bukan mustahil tindakan ini merupakan prakondisi untuk mengontrol kehidupan publik menjelang pemilu. Dengan pola yang demikian, aparat keamanan bukan saja menciptakan kondisi yang kian tidak demokratis di Aeh, namun juga membangun suasana teror di masyarakat.

Jakarta, 24 februari 2004

Mufti Makaarim A
Koordinator Badan Pekerja