Pemilu Aceh Di Bawah Tekanan Senjata

Siaran Pers

No : 11/SP-Kontras/IV/04

 

Pemilu Aceh Di Bawah Tekanan Senjata

Selama masa pelaksanaan Pemilu, khususnya masa pencoblosan, berikut ini adalah beberapa catatan kami atas pemantauan lapangan secara terbatas serta laporan-laporan masyarakat yang telah kami terima :

  1. Tindakan dan Sebaran Wilayah : Umumnya terjadi penempatan pasukan TNI/Brimob serta pendudukkan kampung menjelang dan pada saat pemilu, peningkatan penyisiran perkampungan dan pencarian anggota GAM (Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie, Bireun); pemaksaan masyarakat untuk mengikuti pemilu atau menjaga TPS; (Aceh Utara, Pidie, Bireun, Aceh Timur); ancaman di-GAM-kan bagi yang tidak ikut pemilu, pemaksaan untuk mencoblos bagi tahanan (Banda Aceh); introgasi terhadap warga di jalan-jalan pada hari H pemilu (Pidie); ancaman terhadap desa-desa apabila ditemukan suara yang rusak (Pidie); briefing oleh aparat desa agar warga iktu mencoblos supaya desa mereka tidak dianggap sebagai desa GAM (Bireun); ledakan bom miliki TNI ditengah pemukiman masyarakat (Aceh Timur); penembakan warga yang berjaga di sekitar TPS (Bireun); pelarangan resmi oleh PDMD untuk melakukan kampanye terbuka; serta intimidasi untuk tidak ikut pemilu oleh GAM (Aceh Jaya). Paska pemilu, aparat juga melakukan pengecekan terhadap suara-suara yang rusak dan megumpulkan masyarakat (Pidie); tersebar isu pencarian warga yang tidak mencoblos untuk di-GAM-kan (Pidie).
  2. Pelaku : Hampir seluruh kasus melibatkan aparat TNI baik aparat teritorial setempat (Pidie) atau aparat BKO (Aceh Utara, Pidie, Bireun, Aceh Timur) yang terdiri dari YON 315/GRD BKO Tiro, Marinir 04 BKO Peudada, TNI 405 BKO Alue Bungeng, TNI Batalyon III, serta satuan-satuan lain yang tidak teridentifikasi lebih detail.
  3. Aktifitas Non Pemilu : Sepanjang periode pemilu juga terjadi aktivitas selain pemilu berupa konsolidasi masyarakat untuk dikerahkan berdemonstrasi menurut perpanjangan darurat militer. Di Aceh Barat Daya, pada tanggal 9 April 2004 Unsur Muspika dan Koramil Kuala Batee mengumpulkan masyarakat untuk meghadiri rapat membahas unjuk rasa menuntut perpanjangan darurat militer, yang kemudian direalisasikan pada 11 April 2004 di kantor DPRD dan Bupati, pendeklarasian milisi dan front anti sparatisme GAM (Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Barat Daya)

 

Berdasarkan laporan-laporan di atas, maka :

  1. Temuan-temuan di atas belum merupakan temuan meyeluruh kekerasan sepanjang periode pemilu, namun cukup menunjukan bahwa perpanjangan darurat militer tidak mampu memberikan garansi bagi berlangsungnya pemilu demokratis di Aceh. Oleh karena itu, tidak ada alasan yang rasional untuk menyetujui pemberlakuan darurat militer hingga pelaksanaan pemilu putaran berikutnya (pemilihan presiden).
  2. Pemilu yang telah dilaksanakan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam status darurat militer sarat dengan beberapa masalah. Masalah itu berkaitan dengan adanya limitasi/restriksi dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat militer dan juga anggota GAM. Pelaku dominan dari tindakan-tindakan yang secara langsung terhadap masyarakat sipil tersebut adalah militer. Berdasarkan laporan-laporan yang diterima, tindakan-tindakan ini terjadi secara meluas hampir di seluruh wilayah Aceh (kecuali Banda Aceh dimana pemantau-pemantau nasional dan internasional diizinkan memantau oleh PDMD), dengan sasaran masyarakat pedesaan.
  3. Pemilu 2004 dipaksakan berlangsung dalam situasi eksepsional untuk mendukung “keberhasilan” pelaksanaan darurat militer. Segala upaya dilakukan untuk mensukseskan hari H pemilu, meski lewat tindakan-tindakan yang bertentangan dengan asas-asas pemilu demokratis. Penguasa Darurat Militer telah melegalkan represi fisik untuk mensukseskan pemilu yang sejatinya tidak bisa dibenarkan. Sementara itu, diluar konteks pemilu sejumlah peristiwa kekerasan masih mewarnai Aceh sepanjang darurat militer.

Demikian. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.

Jakarta, 21 April 2004

Usman Hamid
Koordinator