Pernyataan Sikap
Solidaritas Kesatuan Korban Pelanggaran HAM

Pernyataan Sikap

Solidaritas Kesatuan Korban Pelanggaran HAM

SKKP-HAM

Kemenangan gerakan reformasi 1998 yang dimotori oeh mahasiswa telah membuka ruang bagi masyarakat, termasuk korban pelanggaran HAM untuk mengekspresikan dan memperjuangkan hak-haknya. Sebagai korban, kami telah mampu mengorganisasikan diri dan menuntut pertanggungjawaban nergara. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari peran gerakan reformasi 1998 yang sedikit banyak telah mampu mengurangi keterlibatan militer dalam urusan kebebasan masyarakat sipil.

Namun dalam tahun-tahun terakhir, sedikit demi sedikit militer kembali diberi peluang oleh pemerintahan Megawati untuk memasuki wilayah politik sipil. Kami menandai bahwa puncak dari arus balik ini adalah kemenangan Partai Golkar dalam pemilu legislatif dan pencalonan 2 orang Jendral Purnawirawan, Wiranto dan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Calon Presiden Republik Indonesia 2004-2009.

Sehubungan dengan proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, kami yang tergabung Solidaritas Kesatuan Korban Pelanggaran HAM, bermaksud menyampaikan beberapa hal penting demi terus berjalannya upaya penagakan HAM di Indonesia.

Pertama ; kami masih memiliki catatan bahwa Jendral (Purn) Wiranto harus bertanggung jawab atas sejumlah pelanggaran berat hak asasi manusia, antara lain penculikan, penembakan mahasiswa ; Trisaksti, Semanggi I dan II, kasus Kerusuhan Mei 1998, serta Pembumihangusan di Timor Timur paska jajak pendapat 1999. Semua Komisi Penyelidik yang dibentuk Komnas HAM merekomendasikan agar Jendral (Purn) Wiranto untuk dmintai keterangan dan pertnaggungjawabannya. Labih jauh lagi, Jendral (Purn) Wiranto juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Penuntut Umum Dili Timor Timur, untuk dikemudian masuk kedalam daftar, orang yang harus ditangkap karena kejahatan kemanusiaan.

Demikian juga Jendral (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam kapasitasnya sebagai Kepala Staf Kodam Jaya, ia bertanggung jawab atas peristiwa berdarah penyerangan kantor PDI di jalan Diponegoro, Jakarta, pada tanggal 27 Juli 1996 yang menewaskan dan menghilangkan ratusan orang. Sebagai Kasdam, sulit dipercaya apabila tidak mengetahui perencanaan penyerbuan kantor PDI, 8 tahun lalu. Selain pernah menjadi ajudan Soeharto, SBY adalah orang berada diseberang gerakan mahasiswa 1998, bahkan mencoba menghentikan laju gerakan mahasiswa yang menuntut Soeharto mundur. Dalam kapasitasnya sebagai Menkopolkam, Yudhoyono juga bertanggung jawab atas darurat militer di Aceh yang mengakibatkan jatuhnya korban masyarakat sipil.

Kedua ; dalam pandangan kami, masyarakat dan negara yang bermoral hanya bisa jika negara mempertanggungjawabkan kejahatan serius masa lalu, sebagai sebuah prasyarat untuk keadilan. Disini, kami perlu kembali menegaskan bahwa keadilan tidak dapat dicapai terkecuali mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan itu, dihukum di pengadilan yang kompeten dan adil. Kewajiban menegakan keadilan inilah yang harus terus diupyakan agar berjalan sinergis dengan upaya menjaga skelangsungan kegidupan ke depan negara yang lebuh demokratis.

Ketiga ; khusus untuk kepengurusan baru Komnas HAM, selama satu setengah tahun lebih, Komnas masih memiliki pekerjaan rumah yang belum dikejakan. Antara lain, kasus Talangsari Lampung 1989 serta kasus penculikan dan penghilangan orang secaraa paksa 1997-1998. Dalam hal ini, kami ingin mengingatkan bahwa kemacetan-kemacetan itu dikarenakan Komnas HAM digembosi oleh otorotas politik yang ada, termasuk dan terutama militer. Kita tentu masuh ingat dengan ketidakpatuhan sejumlah anggota militer aktif dan non aktif yang didukung secara institusional oleh TNI.

Oleh karena itu, kami mendesak Komnas HAMagar mengambil langkah inisiatif dan bersikap aktif terhadap proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal ini kami mendesak Komnas HAM untuk mempersoalkan pencalonan Wiranto dari Partai Gokar dan Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat.

Demikian pernyataan ini kami sampaikan demi tetap tegaknya hak asasi manusia dan demokrasi yang bebas dari budaya dan nilai-nilai militerisme.

Jakarta, 25 April 2004

Solidaritas Kesatuan Korban Pelanggaran HAM (SKKP-HAM)

  • Komunitas korban Peritiwa 1965/1966
  • Komunitas korban Tanjung Priok 1984
  • Komunitas korban Lampung 1989
  • Komunitas korban Penculikan 1997/1998
  • Komunitas korban Trisakti, Semanggi I dan II
  • Komunitas korban Peritiwa Mei 1998

Bersama KONTRAS dan IKOHI