KontraS Mendesak Hakim dan JPU Tetapkan Try Sutrisno sebagai Tersangka

SIARAN PERS
No. 7/SP-KontraS/03/04
Tentang
"KontraS Mendesak Hakim dan JPU Tetapkan Try Sutrisno sebagai Tersangka"

Pada tanggal 1 dan 2 Maret 2004 mantan Pangdam Jaya/Laksusda Jaya/Pangkopkamtibda Jaya Try Sutrisno diminta keterangannya sebagai saksi atas terdakwa Kapten (inf) Sutrisno Mascung dan kawan-kawannya serta Pranowo. Dalam keterangan Try Sutrisno ada beberapa hal yang menurut KontraS perlu mendapat perhatian khusus :

  1. Try Sutrisno selaku saksi mengatakan bahwa ia hanya bertanggung jawab secara moral atas peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984, namun untuk tanggung jawab tidak bisa begitu saja.
  2. Atas pertanyaan Jaksa Penuntut Umum, saksi menjawab : orang-orang yang terlibat subvesif dengan adanya Kopkamtib maka harus ditahan.
  3. Ditambahkan menjawab pertanyaan Penasehat Hukum, paska peristiwa ada alasan melakukan penahanan terhadap mereka yang diduga melakukan subversi dan mereka yang melakukan tindak pidana umum.
  4. Atas pertanyaan Penasehat Hukum, saksi menjawab : kewenangan Laksusda yaitu melakukan prapenuntutan, dalam penangkapan, penahanan dan penyidikan.
  5. Menjawab pertanyaan JPU, saksi mengatakan bahwa secara yuridis dan fisik para tahanan tersebut dibawah wewenang Tim Pemeriksa Daerah (Teperda) yang tersdiri dari unsur kejaksaan, polisi dan polisi militer.
  6. Menjawab pertanyaan PH : kebijakan tempat penahanan adalah hasil koordinasi TEPERDA dan dilaporkan kepada saksi.
  7. Atas pertanyaan Hakim tentang mengapa korban langsung dimakamkan malam itu dan tanpa pemberitahuan kepada keluarga. Try Sutrisno menjawab bahwa pamakaman itu alasan kemanusiaan semata-mata.

Mengenai keterangan saksi Try Sutrisno diatas KontraS menanggapi :

  1. Try Sutrisno selaku Pangdam Jaya/Laksusda Jaya tidak dapat mengelak atas pertanggungjawaban secara hukum yaitu pertanggungjawaban komando secara langsung (direct criminal responsibility), hal ini dapat dilihat dari :
    1. Pada saat peristiwa 12 September 1984, Pangdam Jaya tidak mengambil tindakan yang cukup mencegah jatuhnya korban dikalangan masyarakat, atau dapat dikatakan gagal melakukan tindakan pengendalian yang diperlukan untuk mencegah, sementara kegiatan massa tersebut sebenarnya sudah dipantau oleh Kodim dan Kepolisian. Padahal saksi adalah atasan dari pelaku yang mengetahui atau sepatutnya mengetahui tentang terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya.
    2. Pangdam tidak melakukan tindakan hukum atau membiarkan dan menunjukan sikap tidak acuh atas konsekuensinya dan selaku atasan pelaku gagal melakukan tindakan pengendalian yang diperlukan untuk mencegah atau menghukum sesuai dengan kewenangannya terhadap aparat dibawah komando yang telah melakukan tindakan melanggar hukum yang mengakibatkan jatuhnya korban.
    3. Pangdam Jaya mengetahui bahkan patut diduga memerintahkan penahanan terhadap korban baik selama di RSPAD maupun ketika ditahan di Pomdam Jaya Guntur, maupun RTM Cimanggis. Serta penguburan terhadap korban secara diam-diam.
    4. Pangdam Jaya pada saat itu bertindak secara komando dalam rangka menjelaskan peristiwa Tanjung Priok kepada DPR RI dan masyarakat luas.
    5. Bahwa sebelum peristiwa Tanjung Priok ditetapkan sebagai pelanggaran berat HAM, peristwa tersebut termasuk dianggap sebagai prestasi TNI yang tidak dapat dilepaskan dari perjalan prestasi karir saksi.
    6. Bahwa pernyataan saksi yang hanya merasa bertanggung jawab secara moral, merupakan sikap kerdil saksi yang hanya berani mengorbankan bawahan.
  2. Saksi atau pelaku yang berada di bawah komando saksi melakukan penangkapan dan penahanan paska peristiwa yang dilakukan oleh Teperda cq Laksusda Jaya tidak dapat dibenarkan karena merupakan bentuk pelanggaran berat HAM. Keterangan yang disampaikan oleh Laksus dan Kejaksaan Agung pada waktu itu telah menangkap 200 orang berhubungan dengan peristiwa Tanjung Priok, akan tetapi setelah dilakukan penyidikan secara mendalam hanya 170 yang diajukan ke pengadilan.
  3. Bahwa saksi mengakui telah memerintahkan penghilangan terhadap korban yang dikubur tanpa pemberitahuan terhadap keluarga korban jelas merupakan bentuk pelanggaran berat HAM.
  4. Bahwa keluarga korban tidak pernah mendapat informasi tentang kebradaan korban paska peristiwa yang berada di bawah kendali saksi baik ketika mereka berada ditahanan RSPAD, Pomdam Guntur, RTM Cimanggis, maupun pemberitahuan tentang lokasi kuburan para korban.
  5. Bahwa pelaku kejahatan peristiwa Tanjung Priok yang melakukan pembunuhan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan dan penghilangan orang secara paksa berada dibawah komando saksi.

Berdasarkan keterangan saksi tersebut diatas, KontraS menyatkan :

  1. Meminta Hakim untuk memerintahkan JPU memeriksa saksi sebagai tersangka, dan panitera segera membuat berita acara pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan berdasarkan keterangan saksi diatas.
  2. Menurut JPU melakukan tindakan proaktif untuk melakukan pemeriksaan terhadap saksi sebagai tersangka berdasarkan keterangan saksi diatas yang jelas menerangkan keterlibatan saksi atas peristiwa Tanjung Priok.
  3. Mendesak Komnas HAM untuk merespon keterangan saksi yang menyatakan menolak untuk bertanggung jawab atas pelanggaran HAM Berat yang terjadi di Tanjung Priok pada bulan September 1984, respon Komnas HAM harus dilakukan sebagai bagian dari tugas Komnas HAM yaitu tugas memantau pelaksanaan HAM.

Jakarta, 3 Maret 2004

Badan Pekerja KontraS