Kasus TPST Bojong Berlanjut
Lima LSM Somasi Pemkab Bogor

JAKARTA — SK Bupat Bogor No 591 itu juga dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM) warga sekitar TPST. Lima LSM, yakni Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, LBH Jakarta, Perhimpunan Bantuan Hukum dan hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Kontras, dan Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Lingkungan (FKMPL) Bogor, berniat mensomasi Pemkab Bogor menyangkut keberadaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bojong, Kabupaten Bogor.

Soal somasi itu diungkapkan Slamet Daroyni, dari Walhi Jakarta kepada wartawan, Selasa (24/8). Kelima LSM itu menilai SK Bupati Bogor No 591/31/Kpts/2001 tentang pemberian izin lokasi untuk pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah telah melanggar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,. Selan itu, SK Bupati Bogor No 591 itu juga dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM) warga sekitar TPST. Menurut Slamet Daroyni, TPST secara teknis pun terjadi kesalahan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

 Pembuatan amdal di TPST tersebut tidak melibatkan masyarakat sekitar yang akan menjadi korban,  kata Slamet Daroyni. Padahal dalam UU No 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa pembuatan amdal harus melibatkan warga. Jika rencana pembangunan TPST tersebut tetap dilaksanakan, masyarakat terpaksa menerima konsekuensi permukiman mereka tercemar limbah.  Hal itu kan melanggar hak asasi manusia, ujarnya.

Karena itu, ia meminta dalam waktu 10 hari, Pemkab Bogor segera mencabut SK tersebut dan dinyatakan batal demi hukum.  Kalau tidak ada respon, kami akan menggugat Pemkab Bogor ke pengadilan, tegasnya. Selain itu, kelima LSM peduli lingkungan itu juga meminta agar Pemprov DKI Jakarta, untuk tidak membuang sampahnya ke TPST Bojong.  Karena kalau mereka membuang ke sana, berarti mereka merestui pelanggaran yang dilakukan Pemkab Bogor, ujar Slamet Daroyni. Ia menambahkan, jika itu dilakukan, maka semakin nyata kalau pemerintah memang tidak pernah berpihak pada rakyat. Kecaman bukan hanya ditujukan pada Pemkab Bogor, melainkan juga pada PT Wira Guna Sejahtera (WGS) selaku pemrakarsa.

Walhi Jakarta menuding PT WGS tidak konsisten dalam melakukan pembuatan AMDAl. Menurut Slamet Daroyni, awalnya pengelolaan sampah DKI di Bojong dilakukan dengan sistem sanitary landfill. Ternyata, hal itu tidak jadi dan akan menggunakan sistem ballpress. Daam sistem ballpress iini sampah dipadatkan, dan dibulatkan dengan ditutup bahan kedap air. Hal itupun tidak terjadi, karena PT WGS memutuskan akan menggunakan incinerator dalam membakar sampah warga DKI Jakarta.

Slamet Daroyni menyatakan, bukan hanya karakter sampah DKI memang tidak cocok dibakar, melainkan teknologi ini juga tidak ramah lingkungan.  Bahkan di negara maju, dan di negara asalnya sendiri, teknologi ini sudah tidak digunakan, kata Slamet. Ia juga menyebut bahwa PT WGS melakukan kebohongan dengan menyatakan bahwa TPST Bojong sudah siap 90 persen. Padahal, dari fasilitas yang seharusnya ada, belum semuanya tersedia. Ia mencontohkan penampungan air lindi, yang direncanakan ada empat.  Yang ada saat ini baru satu, kata Slamet Daroyni.  Itu kan berarti mereka memang tidak serius dalam mengelola sampah,  ujarnya.

Padahal, tambahnya, fasilitas pengelolaan air lindi ini sangat penting, karena jika tidak segera dibuat, air lindi ini bisa tercecer dan mencemari warga. Sementara itu, Triyasa Cahyasaputra, seorang warga Bojong menyatakan saat ini warga tengah bersiaga satu dalam menjaga kawasan TPST.  Kalau dulu yang ronda cuma dua orang, saat ini banyak orang kami kerahkan untuk menjaga supaya tidak ada truk sampah yang masuk, ujarnya. Bahkan, warga sudah memasang spanduk bertuliskan  Sampah Datang, Warga Perang . Ia menyatakan bahwa warga Bojong tetap tidak mau lahan di sekitar permukiman mereka dijadikan kawasan TPST. Mereka tetap meminta Pemkab Bogor untuk mencabut izin operasi TPST Bojong, dan mengusir PT WGS dari Desa Bojong. Mereka juga meminta Pemda DKI Jakarta, untuk menghargai aspirasi warga Bojong, yang menginginkan lingkungan yang baik, dan sehat.