Mayjen Pranowo Divonis Bebas

JAKARTA — Para korban Peristiwa Priok yang mengenakan kaus  islah  menyambut putusan dengan tepuk dangan dan toast. Satu jenderal lepas dari jeratan pelanggaran HAM berat peristiwa berdarah Tanjung Priok. Kemarin, majelis hakim Pengadilan Ad Hoc HAM Jakarta Pusat memvonis bebas mantan Komandan Polisi Militer Kodam (POM DAM) Jaya, Mayjen (Purn) Pranowo, atas tuduhan penyiksaan dan perampasan kemerdekaan korban Peristiwa Priok.

Dalam amar putusannya, majelis menyatakan terdakwa kasus Priok itu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan kemanusiaan. Pasalnya, majelis menyatakan salah satu unsur dakwaan itu, yakni telah merampas kemerdekaan secara sewenang-wenang, tidak terpenuhi.

Majelis –yang dipimpin Andriani Nurdin– menilai para saksi juga menyatakan tidak mendapatkan kekerasan yang berlebihan dari para petugas POM DAM Jaya. Kalaupun terjadi pemukulan, penendangan, penyetruman, dan pencukuran rambut atau hardikan, para saksi mengatakan itu wajar karena hanya sekali.

Sebenarnya, majelis mengakui tindakan kekerasan itu dapat dikategorikan tidak manusiawi dan dapat dipidanakan. Namun, kata mereka, itu bukan pelanggaran HAM berat karena tidak memenuhi unsur serangan secara sistematis dan meluas. Dan itu, kata majelis, hanya dilakukan sekali.

Vonis Pranowo itu sendiri jauh dari tuntutan jaksa yang menyatakan layak dihukum lima tahun penjara. Dalam tuntutannya, jaksa Roesmanadi memang sudah menuntut bebas terdakwa dari dakwaan perampasan kemerdekaan. Namun, kata Roesmanadi, Pranowo tetap terbukti melakukan penyiksaan.

Saat itu, Pranowo bertanggung jawab atas perlakuan korban Tanjung Priok di tahanan Guntur dan Rumah Tahanan Militer (RTM) Cimanggis. Kedua tempat itu ada di bawah kewenangan terdakwa. Majelis menilai penahanan di kedua tempat itu hanya bersifat titipan pihak lain, yaitu Tim Pemeriksa Daerah Jaya dan Pelaksana Khusus Daerah Jaya.

Usai sidang, tak pelak, Pranowo terlihat berbinar gembira. Dia bilang bahwa Tuhan telah mengabulkan segala doanya, dan menganggap hakim telah berlaku adil dan bijaksana. Sedangkan jaksa Roesmanadi menyatakan masih perlu pikir-pikir untuk melanjutkan kasus ini di tingkat kasasi.

Seorang korban Priok, AM Fatwa, yang kini wakil ketua DPR, menyatakan terkejut atas keputusan pembebasan itu. Apalagi, katanya, Pranowo mempunyai otoritas untuk melarang penyiksaan terhadap para korban. Fatwa menegaskan tindakan penyiksaan yang dilakukan anak buah Pranowo terhadap para korban itu benar-benar terjadi. Fatwa mencontohkan, mereka menyuruh para tahanan hanya memakai celana dalam selama berhari-hari. Selain itu, anak buahnya melarang mereka untuk beribadah.

Koordinator Kontras, Usman Hamid, mengaku sangat menyesalkan keputusan hakim yang membebaskan Pranowo. Sebab, kata dia, bagaimanapun ada empat korban yang menyatakan penyiksaan itu benar-benar terjadi, meski ada 24 saksi yang mementahkannya. Dalam persidangan sebelumnya, hampir semua saksi mencabut keterangannya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Padahal, dalam BAP itu, mereka mengaku mendapat penyiksaan serta perlakuan tidak manusiawi. Hanya saksi Fatwa dan Aminatun yang tetap pada keterangannya dulu.

Mendengar putusan majelis hakim yang membebaskan Pranowo, para korban Priok yang menghadiri persidangan dengan memakai kaus bertuliskan  islah  menyambutnya dengan bertepuk tangan. Di antara mereka, ada juga yang melakukan toast sesaat setelah majelis menutup sidang. Saat saksi Aminatun berteriak-teriak karena menganggap majelis tidak adil, para korban barkaus  islah  itu justru menyorakinya.