Putusan Bebas terhadap Terdakwa Pranowo dalam Kasus Tanjung Priok

Pernyataan Sikap Bersama

Tentang

Putusan Bebas terhadap Terdakwa Pranowo dalam Kasus Tanjung Priok

Korban dan keluarga korban Tanjung Priok dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan prihatin dan kecewa atas putusan Meajelis Hakim Pengadilan HAM Tanjung Priok atas terdakwa Pranowo, mantan Komandan Polisi Militer Komando Daerah Militer V Jaya, 10 Agustus 2004. Putusan bebas ini secara terbuka telah memberi justifikasi tidak adanya peristiwa kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi pada 12 September 1984 di Tanjung Priok yang bertentangan dengan fakta yang terjadi di lapamngan. Selain itu, putusan ini telah menghancurkan harapan korban dan keluarga korban karena pengadilan tidak mampu untuk mengungkap kebenaran, memberikan keadilan serta memulihkan hak-hak korban yang telah diperjuangkan sejak 20 tahun lalu.

Majelis Hakim menyatkan bahwa terdakwa Pranowo tidak terbukti bertanggung jawab melakukan pelanggaran berat HAM berupa penyiksaan yang didakwakan. Lemahnya dakwaan terhadap Pranowo membuktikan ketidakseriusan Jaksa Penuntut Umum adhoc selaku pihak yang mewakili korban dalam membutikan dalil-dalil dakwaannya. Bahkan, ketika putusan bebas dijatuhkan, Jaksa Penuntut Umum justru menyatakan pikir-pikir untuk melakukan upaya hukum banding. Berdasarkan hal tersebut, kami memberikan beberapa catatan, yaitu :

  1. Dakwaan yang diajukan JPU tidak menjelaskan secara detil unsur sistematis dan meluas. Dakwaan tidak menunjukan meluasnya peristiwa serta penanggung jawab atas peristiwa penangkapan, penahanan dan penyiksaan di Kodim Jakarta Pusat, Laksusda Jaya, Laksusda Tanah Abang, Garut, Pemalang, Bogor, dan Lampung. Dakwaan juga tidak menjelaskan latar belakng terjadinya peristiwa Tanjung Priok berupa kebijakan sistematis atas penolakan asas tunggal Pancasila.
  2. Untuk membuktikan dakwaannya, JPU justru mengajukan saksi-saksi yang tidak relevan dengan kasus Pranowo karena menghadirkan saksi-saksi yang tidak mengalami penangkapan maupun penyiksaan di Guntur dan Cimanggis (lampiran).
  3. JPU telah mengindahkan masukan yang disampaikan korban lewat pertemuan dan surat-surat untuk menghadirkan saski-saksi yang dapat membuktikan dakwaan serta tidak mengajukan saksi-saksi korban yang justru meringankan terdakwa.
  4. Tidak ada upaya pro aktif dari JPU atas maraknya pencabutan kesaksian yang dilakukan korban. Semestinya pencabutan kesaksian tidak dijadikan dasar dalam pembuktian karena pencabutan tersebut erat kaitannya dengan perubahan konteks hubungan antara saksi dan pelaku (islah).
  5. JPU tidak melakukan upaya aktif untuk pemenuhan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi, sehingga korban harus mengajukan usulan kerugiannya tanpa standar yang baku (lewat Surat Kontras No. 250/Sk-Kontras/VI/2004 yang diajukan dalam tuntutan).
  6. JPU mengarahkan pembuktian dalam kriminal murni bukan pelanggaran HAM berat serta mengajukan tuntutan minimal terhadap terdakwa, yaitu tuntutan 5 tahun penjara. Ini menunjukan sikap JPU yang tidak responsif terdapat pembuktian unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan yang tuntutan pidananya tidak bisa disamakan dengan pidana biasa.

Korban dan keluarga korban Tanjung Priok serta Kontras juga menyesalkan tindakan Majelis Hakim yang menisbikan adanya pelanggaran berat HAM serta tidak mencantumkan pemenuhan hak korban berupa kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. Penyelidikan di Komnas HAM maupun penyidikan di Kejaksaan Agung telah menyatakan adanya pelanggaran berat HAM di Tanjung Priok pada 12 September 1984, sehingga negara harus memenuhi hak-hak korban, siapapun pelaku yang harus bertanggung jawab nantinya.

Selain itu, berdasarkan pemantauan dipersidangan, terungkap bukti keterlibatan pelaku penanggung jawab utama dalam kasus Tanjung Priok, yaitu Soeharto selaku Presiden RI, LB. Moerdani selaku Panglima TNI dan Try Sutrisno selaku Pangdam V Jaya (terlampir). Maka korban dan keluarga korban Tanjung Priok dan Kontras mendesak Kejaksaan Agung untuk membawa para pelaku tersebut ke Pengadilan HAM.

Jakarta, 11 Agustus 2004

Solidaritas untuk Kasus Tanjung Priok Korban dan Keluarga Korban Tanjung Priok, Kontras, Kelurga Korban Mei, GMNI, Kompak, HMI