Pejuang HAM Munir Meninggal Dunia di Pesawat

JAKARTA (Lampost): Direktur Eksekutif Imparsial (LSM di bidang HAM) Munir meninggal dunia dalam pesawat menuju Amsterdam, Belanda, Selasa (7-9). Pejuang HAM dan pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, pada pukul 8.10 waktu setempat atau 13.10 WIB.

Berdasarkan keterangan dari sejumlah penumpang pesawat, pria berusia 38 tahun ini sempat muntah-muntah dan bolak-balik ke toilet sebelum menghembuskan napas terakhir.

Sekretariat Kontras–LSM yang mencuat karena kegigihannya menangani kasus penculikan mahasiswa menjelang kejatuhan Orde Baru–sampai tadi malam tidak berani menyatakan Munir meninggal karena serangan jantung atau keracunan. "Tunggu saja hasil autopsi. Saat ini jenazah masih di Amsterdam, di bawah tanggung jawab marschoche (polisi militer) dan pengawasan Amnesty Internasional. Mungkin besok (hari ini, red) jenazah diterbangkan ke Tanah Air, tapi itu bergantung selesainya autopsi," kata Koordinator Kontras Usman Hamid di Jakarta.

Munir ke Belanda untuk mengurus beasiswa S-2 bidang hukum humaniter di Universitas Utrecht. Almarhum mendapat beasiswa dari Interchurch Organization for Development Co-operation (ICCO) atau Organisasi Antargereja untuk Kerja Sama Pembangunan.

Aktivis HAM itu berangkat dari Jakarta, Senin (6-9), pukul 21.55 dengan pesawat Garuda, nomor penerbangan GA-974 via Singapura.

Dalam keterangan pers tadi malam, Kepala Komunikasi Perusahaan PT Garuda Indonesia, Pujobroto memaparkan seorang supervisor awak kabin melaporkan pada pilot, Kapten Pantun Matondang, penumpang di kursi nomor 40 G (Munir) sakit. Penumpang tersebut beberapa kali ke toilet.

Kapten memerintahkan supervisor Najib segera meminta pertolongan penumpang lain, seorang dokter yang duduk di kursi nomor 1 J. Munir pun dipindah ke samping dokter tersebut.

Setelah mendapat pertolongan, Munir tampak tenang. Namun, tanpa diketahui, sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Munir meninggal dunia.

Keluarga Munir yang tinggal di Batu, Jawa Timur, menginginkan jenazah dibawa pulang dan dimakamkan di tanah kelahirannya.

Munir lahir di Batu, Malang, 8 Desember 1965. Dia meninggalkan seorang istri, Suciati, dan seorang putra, Sultan Alif Allidien.

Sejak lulus dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, pada 1989, Munir langsung terjun ke organisasi yang bergerak di bidang hukum dan HAM. Setelah aktif di LBH Semarang dan Surabaya, pada 1996 almarhum meneruskan aktivitas ke Jakarta dan menjabat direktur Operasional LBH. Nama Munir mencuat ketika menangani penculikan aktivis saat menjabat koordinator Kontras.

Kemarin puluhan aktivis mendatangi Sekretariat Imparsial di Jalan Diponegoro No.9 Menteng, Jakarta Pusat. Sejumlah aktivis dan staf LSM tersebut langsung menangis begitu mengetahui Munir meninggal.

"Saya sangat kehilangan. Munir adalah salah satu pejuang HAM yang gigih menyelesaikan permasalahan struktural di Indonesia," ujar Andi Arief. Mengingat jasa-jasa dan perjuangannya semasa hidup, mantan aktivis mahasiswa yang jadi korban penculikan Orde Baru ini berharap pemerintah memperhatikan keluarga almarhum.

Bela sungkawa juga disampaikan Universitas Utrecht, seperti disampaikan Biro Luar Negeri universitas ternama itu. "Kami akan membantu proses evakuasi jenazah. Kami juga akan mencari informasi sebab-sebab kematian dia," kata Bellen, juru bicara Utrecht. n U-1