Suciwati dan Usman Hamid Menyusul ke Amsterdam

Jakarta, Kompas – Suciwati (istri Munir), Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid, dan Pungki Indarti (dari Imparsial) hari Rabu (8/9) ini akan terbang ke Amsterdam, Belanda, untuk mengurus dan menjemput jenazah pejuang hak asasi manusia, Munir (39). Belum ada kepastian kapan jenazah Munir dibawa kembali ke Tanah Air.

Kepala Komunikasi Perusahaan PT Garuda Indonesia Pujobroto, kemarin, dalam penjelasan tertulisnya mengatakan, Munir meninggal dunia dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam via Singapura, sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandar Udara (Bandara) Schiphol, Amsterdam, Selasa, pukul 08.10 waktu setempat.

GA-974 berangkat dari Jakarta, Senin pukul 21.55, tiba di Singapura hari Selasa pukul 00.40 waktu setempat. Dari Singapura, pesawat melanjutkan perjalanan ke Amsterdam pukul 01.50. Tiga jam setelah lepas landas dari Bandara Changi, Singapura, pramugara senior (purser) Najib melapor kepada pilot Pantun Matondang bahwa Munir yang duduk di kursi nomor 40G sakit, setelah beberapa kali ke toilet.

Seorang dokter yang duduk di kursi nomor 1J menolongnya. Munir lalu dipindahkan ke sebelah bangku dokter tersebut. “Menurut laporan, keadaan Pak Munir masih tenang, tapi dua jam menjelang pesawat mendarat di Schiphol, Pak Munir meninggal,” demikian Pujobroto.

Setelah mendarat di bandara, otoritas Bandara Schiphol memeriksa jenazah Munir. “Sejauh ini Garuda masih menunggu perkembangan hasil pemeriksaan yang dilakukan otoritas setempat. Garuda akan segera menerbangkan keluarga Pak Munir ke Amsterdam serta membantu menerbangkan jenazah Pak Munir ke Tanah Air,” kata Pujobroto.

Menurut Kusuma Lubis dari Bidang Penerangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Belanda, sampai pukul 20.30 WIB jenazah Munir masih berada di Bandara Schiphol dan berada dalam pengurusan otoritas bandara tersebut. Petugas dari KBRI Belanda sejak pagi berada di Bandara Schiphol untuk mengurus jenazah aktivis hak asasi manusia (HAM) itu. Petugas KBRI terus berupaya agar jenazah bisa segera dibawa ke rumah sakit untuk pengurusan selanjutnya.

Kusuma belum mengetahui bagaimana rencana penanganan jenazah itu selanjutnya, apakah akan diautopsi atau tidak. “Kalau tidak ada masalah, mungkin kami bisa upayakan untuk dikembalikan ke Jakarta secepatnya. Kalau harus melalui prosedur biasa, biasanya memakan waktu dua sampai tiga hari,” katanya.

Dari petugas penerbangan Garuda di Belanda, Priyo, dijelaskan bahwa begitu pesawat Garuda yang ditumpangi almarhum mendarat di Schiphol sekitar pukul 10.00 waktu setempat, 10 petugas polisi militer langsung masuk ke pesawat, dan penumpang untuk sementara tidak diperbolehkan turun. Petugas keamanan itu menanyai Pantun Matondang, pramugari, dan sejumlah penumpang yang duduk di dekat Munir. “Semuanya selesai sekitar 20 menit. Setelah itu penumpang boleh turun,” kata Priyo.

Munir berangkat ke Belanda dalam rangka melanjutkan studi di Universitas Utrecth dan akan menulis ihwal international protection on human right.

Mengejutkan

Berita meninggalnya Munir mengejutkan berbagai kalangan. Calon presiden dari Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, menghentikan sejenak dialog bertajuk “Indonesia untuk Semua” dan mengajak seluruh peserta dialog mengheningkan cipta selama satu menit ketika mendengar berita tentang meninggalnya Munir. Seusai dialog, Yudhoyono mengenang Munir sebagai tokoh yang kritis, vokal, dan kadang membuat banyak telinga orang atau pihak yang dikritiknya panas.

Mantan Ketua Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Timor Timur Albert Hasibuan menilai, Munir adalah sosok yang penuh integritas dalam penegakan HAM.

Suasana duka menyelimuti rumah keluarga Munir di Perumahan Jakapermai, Jalan Cendana XII RT 04 RW 06 A, Jakasampurna, Bekasi Barat, Selasa sore karangan bunga turut berdukacita dari Kontras dan bendera kuning tanda dukacita dipasang di sekitar rumah kontrakan Munir. Kabar duka juga segera diterima ibu Munir, Ny Djamilah (80), di Malang, Jawa Timur. Ny Djamilah berlinang air mata mendengar kabar kepergian putranya.

Hakim agung Abdulrahman Saleh terkejut ketika mendengar bahwa Munir, rekannya sesama aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), meninggal dunia. Sebelum berangkat ke Belanda, Munir sempat menyatakan kepada putri Abdulrahman bahwa dia akan berpamitan kepada seluruh pendiri YLBHI. “Munir mengatakan, ia akan berpamitan kepada seluruh pendiri YLBHI agar tidak ada lagi persoalan yang terpendam. Hal ini disampaikannya kepada putri saya,” papar Abdulrahman.

Abdulrahman yang tidak sempat bertemu dengan Munir menyatakan cukup heran karena Munir tidak terlalu mengenal putrinya. Namun, Munir bisa bercerita panjang lebar, termasuk cerita tentang pencekalan yang dilakukan Amerika Serikat beberapa tahun lalu. “Saat diceritai putri saya, saya tidak mengira dia pergi selama-lamanya,” ujarnya. (VIN/win/eln/ody/oki/inu)