Operasi Keamanan di Puncak Jaya Bisa Hambat Penyelidikan Independen

Siaran Pers
No. 25/SP-Kontras/XI/2004
Tentang
"Operasi Keamanan di Puncak Jaya Bisa Hambat Penyelidikan Independen"

Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Komnas HAM dan Pemerintah segera mengambil inisiatif bagi adanya penyelidikan independen atas kasus Mulia di Puncak Jaya, 14 Oktober 2004 lalu, pengusutan atas penembakan dan penyanderaan yang menewaskan 6 orang warga sipil itu hingga kini belum jelas arahnya. Semestinya pengusutan atas kasus Mulia dilakukan sesuai standar umum dan hukum yang berlaku. UU 26/2000 tentang pengadilan HAM, menyatakan Komnas HAM memiliki kewenangan luas untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM secara independen.

Penyelidikan yang independen amat diperlukan terlebih lagi mengingat berkembangnya kontroversi antara jajaran Pangdam XVII/Trikora dan kalangan masyarakat seperti terungkap dalam dialog 28 Oktober 2004 di DPRD Propinsi Papua.

Peristiwa yang terjadi di desa Goradi, Tinggi Nambut, Distrik Illu, Kabupaten Puncak Jaya jelas melanggar hak asasi manusia dan siapapun pelakunya harus ditangkap dan diadili. Kami menyesalkan gencarnya operasi aparat keamanan mengejar OPM paska peristiwa. Sebab hal ini bisa membuat warga sekitar kian mengalami ketakutan, meski bersembunyi di berbagai tempat yang dirasa aman, mengungsi atau berdiam di rumah.

Operasi keamanan semstinya menjamin hak atas rasa aman dan hak untuk bebasa beraktifitas. Operasi yang kini gencar dilakukan paska kasus Mulia berpotensi dapat menimbulkan kekerasan lebih lanjut. Oleh karena itu sebaiknya operasi ini dihentikan demi lancarnya proses penyelidikan yang kredibel.

Setidaknya pengerahan kekuatan bersenjata itu harus disesuaikan dengan prosedur standar yang berlaku, khususnya menyangkut pengerahan (military deployment) dan penggunaan pasukan (the use of forced). Dalam hal ini UU TNI seharusnya sudah mulai menjadi rujukan dan dilaksanakan. Kebutuhan operasi keamanan untuk megejar kelompok seperti OPM berbeda dengan keperluan penyelidikan atas pelanggaran hukum.

Adanya kecurigaan TNI dalam hal ini Kodam Trikora terhadap anggota OPM selaku pelakunya, tidak bisa dijadikan alasan pembenaran bagi tentara untuk mengejar pelaku. Tentara tidak bisa memonopoli respon atas terjadinya kasus tewasnya 6 warga sipil. Sebab hal itu di luar kewenangan tentara. Jiak TNI ingin membantu, TNI seharusnya mengambil peran mem-back up langkah penyelidikan oleh lembaga yang berkompeten, dibawah kendali kepolisian.

Langkah responsif pemerintah amat penting sebagai wujud komitmennya terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia. Apalagi pemerintah memprioritaskan Papua sebagai salah satu progran utama 100 hari. Terbentuknya pemerintahan baru kami nilai membangun harapan rakyat Papua bahwa penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua dapat melangkah maju. Tidak seperti sebelumnya, mengalami kebuntuan, tidak tuntas atau diadili sekedarnya lewat pengadilan militer. Pemerintah ditantang untuk bisa membuktikan komitmennya menghormati hak-hak rakyat Papua. Dan juga agar masa depan kita bisa menjadikan HAM sebagai standar kehidupan ketatanegaraan, sebagaimana dijamin oleh Konstitusi RI.

Jakarta, 1 November 2004

Badan Pekerja

Usman Hamid
Koordinator KontraS