Komnas HAM Dinilai Main-main Tangani Talangsari

Jakarta, Kompas – Kasus kekerasan militer di Talangsari, Lampung, yang menyebabkan 246 anggota jemaah hilang telah berlalu 16 tahun. Namun, hingga kini belum juga diselesaikan secara hukum. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, sebagai institusi tunggal yang berwenang, juga belum menyelidiki peristiwa tersebut.

Atas dasar itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, Komnas HAM main-main dalam menjalankan mandatnya sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. "Sampai ke masa kepemimpinan Abdul Hakim Garuda Nusantara, penyelidikan tidak kunjung berjalan," ujar Koordinator Badan Pekerja Kontras Usman Hamid dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR yang membidangi hukum dan HAM, Selasa (1/3).

Berdasarkan catatan Kontras, pascaperistiwa 7 Februari 1989, terjadilah penyerbuan di bawah pimpinan Komandan Komando Resor Militer Garuda Hitam 043 Kolonel Hendropriyono, yang menyebabkan 246 anggota jemaah hingga kini dinyatakan hilang. Kontras pun menyerahkan daftar nama korban ke Komisi III.

Atas dasar itu, Kontras juga meminta Komisi III DPR untuk memberi perhatian serius terhadap peristiwa Talangsari, setidaknya memanggil Komnas HAM dan meminta pemerintah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merehabilitasi dan pemulihan hak lainnya bagi korban Peristiwa Talangsari, Februari 1989.

Menurut Usman, sampai saat ini, masih ada warga Talangsari yang menjadi pegawai negeri sipil mengalami pemotongan gaji 50 persen, padahal kasus itu sudah berlangsung 16 tahun lalu. Dalam kesempatan itu, hadir juga sekitar 30 warga Talangsari. Mereka mengeluhkan nasibnya kepada anggota DPR

Mayoritas anggota Komisi III DPR mendukung penuntasan kasus tersebut. "Saya mendukung kasus ini diusut tuntas sampai kiamat," kata Nur Syamsi Nurlan dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi yang disambut sorak warga Talangsari yang berpakaian sederhana.

Nur Syamsi mengingatkan warga Talangsari agar tidak mudah menerima iming-iming uang. "Islah dengan melupakan pelanggaran hukum itu tidak benar," kata tegas. (SUT)