Hakim HAM Nilai Sikap Pemerintah "Aneh&quot

Jakarta, Kompas – Seorang hakim hak asasi manusia pada Pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta, Binsar Gultom, menyatakan sikap pejabat Indonesia yang menolak kedatangan Komisi Ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan sikap aneh. Ia justru mempertanyakan "keanehan" sikap pemerintah tersebut.

"Jangan berburuk sangka. Jika tujuan mereka ingin mengetahui proses persidangan kasus pelanggaran HAM Timtim secara fair, kenapa takut. Silakan saja ditanyakan kepada pihak terkait. Bagi saya, kehadiran mereka merupakan konsekuensi logis diselenggarakannya Peradilan HAM Ad Hoc Indonesia bertaraf internasional," kata Binsar dalam pernyataan pers tertulis yang dikirimkannya ke Kompas pada Jumat (4/3).

Dua organisasi nonpemerintah, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dalam jumpa pers di Jakarta, meminta pemerintah meninjau ulang posisi Indonesia yang menolak Komisi Ahli PBB yang dibentuk atas usulan Sekjen PBB tanggal 18 Februari 2005. Jumpa pers disampaikan Ifdhal Kasim (Elsam) dan Usman Hamid (Kontras).

Pemerintah, menurut Usman, memang boleh saja menolak keberadaan Komisi Ahli PBB itu, tetapi pemerintah jangan sampai mencoba menghalangi kerja komisi tersebut karena hal itu malah akan berdampak buruk kepada Indonesia sendiri di mata internasional.

Baik Usman maupun Ifdhal mempertanyakan argumen pemerintah yang selama ini menolak kehadiran komisi itu. Seperti diwartakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin menganggap Komisi Ahli PBB tidak memiliki dasar hukum atau mandat yang jelas.

Menurut Ifdhal, upaya yang dilakukan Sekjen PBB merupakan suatu preseden positif baru dalam perkembangan hukum internasional untuk mencegah dan melawan impunitas.

Hal itu, menurut Ifdhal, dilakukan oleh Sekjen PBB dengan mencoba menginterpretasi Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1573 Tahun 2004, yang intinya menentang pemberian amnesti pada para pelaku pelanggaran HAM berat. Dengan semangat resolusi itu, Sekjen PBB membentuk Komisi Ahli PBB. "Walau memang belum ada resolusi khusus terkait pembentukan Komisi Ahli, tetapi Resolusi Nomor 1573 Tahun 2004 itu bisa digunakan oleh Sekjen PBB dalam menafsirkan perannya mengakhiri bentuk impunitas di panggung internasional," ujar Ifdhal. (dwa/bdm)