Kejaksaan Agung Dinilai Lalai

JAKARTA — Tidak diterimanya permohonan kasasi jaksa penuntut umum atas keputusan pengadilan HAM Ad Hoc kasus pelanggaran HAM Timtim, menimbulkan kecurigaan sejumlah kalangan. Rabu (9/3), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Elsam, dan IKOHI memandang penolakan Mahkamah Agung (MA) atas kasasi ini menjadi preseden buruk bagi upaya penegakan HAM di Indonesia.

Menurut Kontras, ada kesalahan yang dilakukan pihak jaksa penuntut umum tentang tidak diterimanya kasasi ke MA. Jaksa penuntut umum Ad Hoc, Gabriel Simangunsong, tidak mengajukan memori kasasi. Alasan tidak adanya memori kasasi inilah yang menyebabkan MA tidak bisa menerima kasasi yang diajukan. Sedangkan Kejaksan Agung sendiri menggunakan dalih kalau mereka belum mendapat salinan putusan Majelis Hakim Pengadilan HAM Ad Hoc kasus Timtim pada 7 Maret 2005.

Ketiga LSM memandang ada dua masalah serius yang diremehkan aparat hukum dalam kasus pelanggaran HAM berat di Timtim pada 1999. Pertama, penanganan kasus ini menunjukkan kalau sistem pengadilan HAM Indonesia dan mekanisme di dalamnya, sangat buruk. Kedua, kegagalan pemerintah melakukan penuntutan para pelaku pelanggaran HAM berat di Timtim semakin membuka peluang dilaksanakannya mekanisme internasional untuk mengadili dan meminta pertanggungjawaban para pelaku pelanggaran HAM di sana.

Eks Tapol Gugat Empat Mantan Presiden RI dan SBY

JAKARTA — Sebanyak 14 mantan tahanan politik (tapol) yang mengaku terkena stigma PKI melakukan gugatan class action terhadap empat mantan presiden RI, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Salah satu di antara ke-14 orang tersebut adalah budayawan ternama Indonesia, Pramudya Ananta Toer. Gugatan class action ini didaftarkan ke PN Jakarta Pusat, Rabu (9/3) dan diterima diterima oleh Ketua Panitera Muda Perdata PN Jakarta Pusat, Mujahid. Mereka yang digugat adalah Presiden SBY sebagai tergugat pertama, Megawati Soekarnoputri sebagai tergugat kedua, tergugat ketiga adalah Abdurrahman Wahid, tergugat keempat adalah Habibie, dan tergugat kelima adalah Soeharto.

Dalam berkas gugatannya, mereka menggugat Soeharto karena dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) mereka, karena telah melakukan penangkapan dengan alasan yang tidak jelas terhadap mereka yang dituduh terlibat Gerakan G30S/PKI. Selain itu Soeharto juga dianggap telah membuat mereka kehilangan pekerjaan, dan merampas harta benda mereka.

Sementara pada para mantan presiden, dan Presiden SBY, eks tapol ini menggugat karena mereka tidak diberikan jaminan perlindungan sehingga mereka tetap hidup dalam penderitaan, dan sulit mendapat pekerjaan. Mereka juga tidak mendapatkan pemulihan terhadap hak-hak mereka yang terampas selama masa pemerintahan Soeharto.

Pengungkapan Kasus Munir Gunakan Jalur Diplomasi

JAKARTA — Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Aryanto Budihardjo mengatakan pengungkapan kasus kematian Munir akan menggunakan jalur diplomasi antara Pemerintah Indonesia dan Belanda. "Jalur diplomasi itu ditempuh untuk dapat memeriksa saksi-saksi yang berada di Belanda," katanya di Jakarta, Rabu (9/3). Sebelumnya, Mabes Polri telah mengirimkan tim ke Belanda yang berkoordinasi dengan Kedubes Indonesia di Belanda untuk memeriksa saksi-saksi warga negara Belanda itu.

Tim yang bertugas selama dua minggu tersebut bertujuan melakukan pemeriksaan di antaranya terhadap dua orang saksi berinisial L dan ELSG yang duduk berdekatan di dalam pesawat dengan almarhum Munir. "Namun, anggota Polri kembali dengan hasil yang nihil," katanya. Saksi-saksi itu juga telah berjanji akan datang ke Indonesia untuk dilakukan pemeriksaan, namun mereka tidak datang.Karenanya, lanjut Anang, Mabes Polri baru memeriksa saksi-saksi yang berada di Indonesia serta manajemen dan kru PT Garuda Indonesia.