Korban Penculikan Menuntut

Jakarta, Kompas – Keluarga dan korban penculikan peristiwa Kerusuhan Mei 1998 dan penculikan oleh Tim Mawar meminta kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia agar tidak menunda-nunda proses penyelidikan kasus tersebut. Mereka mendesak agar tim penyelidik yang dibentuk Komnas HAM segera memanggil para korban, saksi, dan saksi kunci anggota Komando Pasukan Khusus yang terkait dengan peristiwa penculikan tersebut.

Desakan ini disampaikan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) kepada Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Tim penyelidikan Penghilangan Orang Secara Paksa Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 dan Penculikan oleh Tim Mawar yang diketuai Ruswiati Suryasaputra, Rabu (16/3) di Kantor Komnas HAM Jakarta.

Ruswiati mengaku pihaknya mengerti dengan perjuangan yang dilakukan para korban. Dia berjanji Tim Penyelidik Komnas HAM segera bekerja, mengumpulkan data dan memanggil para korban dan saksi. "Diharapkan Mei sudah selesai penyelidikannya, kalau tidak ada kendalanya," ujarnya.

Abdul Hakim Garuda Nusantara, yang kemarin juga menerima pengaduan korban kasus Manggarai, menyatakan penyelidikan orang hilang akan terus dilakukan oleh Komnas HAM meskipun telah ada Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Masih 13 orang hilang

Dalam data Kontras disebutkan, mereka yang diculik tahun 1997/1998 berjumlah 23 orang. Namun, sembilan orang telah dibebaskan, satu orang ditemukan meninggal, dan 13 orang hingga kini dinyatakan hilang.

Sejumlah anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) telah diadili dan dijatuhi hukuman oleh Mahkamah Militer berkaitan dengan penculikan sejumlah aktivis.

Ketua Ikohi Mugiyanto dan Koordinator Kontras Usman Hamid menilai keputusan Komnas HAM untuk membentuk tim penyelidikan terhadap kedua kasus tersebut merupakan awal dari usaha besar untuk mengungkapkan kebenaran. Selain itu juga mewujudkan keadilan bagi korban dan keluarga korban serta masyarakat, yang selama ini berada dalam ketidakpastian.

Meskipun pembentukan tim penyelidikan tersebut merupakan kemajuan, kerja tim tersebut masih diragukan. "Melihat komposisi anggota tim penyelidikan yang ada, kami sangat khawatir akan terjadi benturan kepentingan. Karena dua dari lima anggota adalah unsur purnawirawan ABRI," papar Mugiyanto.

Tim Penyelidikan Komnas HAM untuk kasus tersebut dibentuk 20 Januari 2005 yang terdiri dari lima orang. Tim tersebut diketuai oleh Ruswiati Suryasaputra dan anggota Samsudin, Koesparmono Irsan, Martono, dan Ester Indayani Yusuf. Yang dimaksud dengan purnawirawan ABRI (sekarang TNI/Polri) adalah Samsudin dan Koesparmono.

Untuk menghindari rantai impunitas, mengungkap kebenaran, dan keadilan, para korban dan keluarga berharap Tim Penyelidik Komnas HAM memiliki semangat melawan impunitas. Mereka juga dituntut bekerja semaksimal menggunakan kewenangannya dengan memeriksa dan menyelidiki lembaga dan individu yang diduga terlibat kasus tersebut.

Tim penyelidik juga hendaknya membuka peluang bagi korban dan masyarakat untuk memberikan masukan dan memantau kerja-kerjanya, serta memberikan laporan kemajuan kerja kepada korban dan keluarga serta masyarakat.

"Kami berharap tim penyelidik tidak lagi memulai dari nol, tetapi segera memanggil korban, saksi, dan saksi kunci dari anggota Kopassus. Kami khawatir kalau mulai dari nol, kasus ini akan mentah lagi," papar Mugiyanto.

Ia menegaskan, soal data sejak dua tahun lalu, Ikohi dan Kontras telah menyerahkan data para korban, pelaku, analisis Kontras serta berkas pemeriksaan Mahkamah Militer 1999 dan data lainnya.

Meski Tim Penyelidik berjanji segera melakukan penyelidikan, melihat pengalaman lalu, Usman menyatakan tidak optimistis. "Yang penting dipertimbangkan Komnas HAM adalah bagaimana perolehan keterangan, informasi, dan bukti permulaan yang lain dapat digunakan untuk kepentingan penyidikan," ujarnya. (son)