Koalisi untuk Keselamatan Masyarakat Sipil Tolak Koter

Koalisi untuk Keselamatan Masyarakat Sipil menolak rencana pengembangan komando teritorial (koter) oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) di sejumlah wilayah di Indonesia. Alasannya, sebagai negara kepulauan, postur pertahanan Indonesia seharusnya bertumpu pada basis maritim, bukan basis darat.

Hal itu diungkapkan dalam jumpa pers bersama Koalisi di Hotel Meridien, Rabu (30/3). Hadir dalam jumpa pers itu Andi Wijayanto (FISIP UI), Amirudin (Elsam), Jaleswari Pramodawardani (LIPI), Munarman (YLBHI), Hari Prihatono (ProPatria), Usman Hamid (Kontras), dan Zoemrotin.

"Pembentukan dan pengembangan postur pertahanan seharusnya dilakukan secara integral dan menjadi kerangka bagian dari reformasi TNI dengan mempertimbangkan kondisi geografis, ancaman yang muncul, dan perkembangan teknologi persenjataan," kata Hari Prihatono.

Koalisi berpendapat, seharusnya, langkah yang dilakukan untuk pengembangan postur pertahanan adalah melakukan efektivitas penggunaan anggaran. Jadi, bukannya menambah koter yang justru memboroskan anggaran. Apalagi, koter tidak relevan dalam strategi pertahanan perang modern.

Anggaran

Sementara itu, Jaleswari Pramodawardani mengatakan penambahan koter akan berimplikasi terhadap penambahan anggaran negara. "Apakah sudah dipikirkan? Berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun satu makodim (markas komando distrik militer) atau makorem (markas komando resor militer)?" katanya.

Ditambahkan Jaleswari, pembangunan koter pun tidak merespon kebutuhan strategi pertahanan yang harus didesain berdasarkan kondisi geografis Indonesia yakni meningkatkan kekuatan laut.

Lebih lanjut Koalisi menilai, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal Djoko Santoso telah melewati batas kewenangannya. Karena, seolah-olah KSAD menempatkan diri sebagai orang yang berhak melakukan evaluasi terhadap seluruh kekuatan angkatan terkait dengan pernyataannya pada 22 Maret lalu di DPR.

Padahal, mengacu pada Pasal 11 Undang-undang Nomor 34/2004 tentang TNI, pengembangan postur TNI dibangun dan dipersiapkan sesuai kebijakan pertahanan negara. Bukan atas keputusan kepala staf angkatan. Dalam hubungan ini, menurut Koalisi, Menteri Pertahananlah yang berhak mengambil keputusan soal strategi pertahanan negara. (Prim)