Komitmen Setengah Hati Pemerintah Untuk Reformasi TNI




Untitled Document

Komitmen Setengah Hati

Pemerintah Untuk Reformasi TNI

Kami dari Solidaritas Korban Pelanggaran HAM mempertanyakan pergantian sejumlah pejabat esselon I di lingkungan Departemen Pertahanan. Pengisian jabatan starategis di Dephan yang meempromosikan TNI aktif bertentangan dengan nilai reformasi TNI. Apalagi tanpa dilakukan pensiunan dini atau pengunduran diri dari dinas kemiliteran TNi.

Pengangkatan ini sebagai sinyal politik kuatnya keninginan untuk mempertahnakan funsi kekaryaan TNI. Pengangkatan ini tidak dilakukan secara cermat (carefulness) sesuai asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Pengangkatan diatas menimbulkan kecurigaan publik bahwa pemerintah, khususnya Presiden dan Wakil Presiden yang terlibat langsung dalam Tim Penilaian Akhir (TPA) tidak tegas dalam penempatan pejabat secara professional dilingkungan. Pergantian pergantian pejabat esselon I dilingkungan Departemen Pertahanan ini juga tidak dapat dilepaskan dari rotasi TNI yang sebelumnya telah dilakukan. Pengangkatan TNI aktif dalam lingkungan departemen ini merupakan bagian skenario lama dipersiapkan oleh TNI lewat pasal 47 UU TNI tentang prajurit aktif dalam jabatan sipil.

Faktor penting yang seharusnya dipertimbangkan adalah kenyataan bahwa Syafrie Sjamsoedin diduga kuat bertanggungjawab atas peristiwa pelanggaran berat HAM dalam kasus penculikan aktifis 1997/1998, penembakan mahasiswa di Trisakti dan tempat-tempat lainnya, dan kerusuhan Mei 1998. kami menilai pemerintah jelas mengabaikan kenyataan ini, dan justru kian menjauhkan TNI dari akuntabilitas hukum.

Kami menilai pergantian pejabat strategis di lingkungan Dephan adalah akibat dari adanya “lubang” di UU TNI. Pengangkatan aparat TNI sebagai pegawai negeri sama saja mengangkat kembali polemik lama ketika UU No.34/2004 masih berupa draft yang dibahas DPR RI pada 2004.

Ketentuan UU TNI khususnya Pasal 47 tidak jelas mengatur tentang siapa yang berwenang mengangkat dan memberhentikan TNI aktif duduk dijabatan sipil. Kepada siapa TNI aktif itu bertanggunjawab, kepada pejabat sipil dimana TNI aktif bekerja atau kepada panglima TNI?

Kondisi diatas adalah wujud dari ketidak konsitenan TNI untuk mereformasi diri ditengah arus demokrasi serta agena penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Jakarta, 14 April 2005

Solidaritas Korban Pelanggaran HAM

FKKM 1998, Korban Tanjung Priok, Pagubyuban Mei, Korban TSS, Ikohi, KontraS, TRK, Korban 65, PEC, Front Nasional Mahasiswa Papua, MBI, Mathakin, INTI