Protes Keras Terhadap Pembubaran Acara
Kontras Sumut-Asian Human Rights Commission

SIARAN PERS BERSAMA

Protes Keras Terhadap Pembubaran Acara

Kontras Sumut-Asian Human Rights Commission

KontraS, HRWG dan AWG dengan ini menyampaikan protes keras atas upaya penghentian acara “ Workshop Penanganan Trauma Konseling Paska Gempa dan Tsunami di Aceh ” oleh aparat Kepolisian Poltabes Medan, TNI dan Imigrasi Sumatera Utara. Tindakan ini jelas melanggar hak-hak dan kebebasan berserikat, berkumpul dan mengemukakan pendapat setiap orang yang dijamin konstitusi. Lebih jauh, tindakan ini dapat menodai perundingan yang saat ini dilakukan Pemerintah Pusat.

Upaya membubarkan acara yang diadakan Kontras Sumatera Utara dan Asian Human Rights Commission (AHRC) terjadi sejak awal acara, pada Rabu 13 April 2005 dan berlanjut pada Kamis 14 April 2005 dengan pengambilan paspor milik 4 peserta dari AHRC. Pertemuan dihadiri 20 peserta dari Nanggroe Aceh Darussalam dan 3 peserta dari AHRC serta seorang pekerja kemanusiaan di Aceh. Keempat peserta yang ditahan paspornya adalah Duency Rebecca Fey (Irlandia), Dr. Midra Rajan Kamta (India) dan Maryam Sitik (Srilanka) dan Setonga Mudalige (India), dengan alasan prosedural visa.

Secara lebih kronologis, pada 13 April 2005 aparat intel kepolisian dan TNI telah berusaha membubarkan acara tersebut dengan menanyakan izin kegiatan. Namun panitia menyampaikan bahwa mereka sudah memberikan pemberitahuan dan tidak merasa perlu mendapatkan izin karena bukan merupakan keramaian. Keesokan harinya, 14 April 2005, aparat kepolisian dan TNI datang kembali bersama petugas imigrasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap peserta warga negara asing. Kedatangan ini ditolak karena tanpa membawa surat tugas. Selanjutnya mereka datang kembali dengan membawa surat tugas dan melakukan penahanan paspor peserta dari Asian Human Rights Commission.

Dilihat dari lokasi, ini menunjukkan perluasan daerah operasi atas penerapan Darurat Sipil diluar Aceh. Ini adalah bentuk teror dan upaya kontrol terhadap segala bentuk aktivitas masyarakat sipil di Aceh dan di luar Aceh.

Pembubaran ini merefleksikan tidak adanya ruang kebebasan demokrasi untuk aktifis Aceh. Oleh karena itu pemerintah harus memberikan penjelasan atas insiden ini, memberi sanksi kepada aparatur negara atas tindakan inkonstitusional itu, serta mencegah terulangnya kembali peristiwa serupa.

Jakarta, 18 April 2005

KONTRAS

HRWG

AWG

KRONOLOGIS PERISTIWA

PENGHENTIAN KEGIATAN WORKSHOP COUNSELING SETELAH TRAUMA

OLEH KEPOLOSIAN †TNI †IMIGRASI

Sumatera Village Hotel †Medan, 13 – 16 April 2005

Rabu, 13 April 2005

  1. 09.00 Wib
  2. Acara dibuka panitia dari KontraS Sumatera Utara. Acara dihadiri oleh partisipan dari Aceh, Medan, Inggris, Solo, dan Hongkong. Lalu setelah itu Mr . Philip dari AHRC memberikan orientasi. Lalu sessi diskusi mengenai trauma dimulai.

  3. 10.30 Wib
  4. Intel-intel mengaku dari Polsekta Medan Kota mendatangi ruang pertemuan serta menanyakan apa kegiatan yang dilaksanakan serta surat izin pertemuan. Setidaknya didepan ruang pertemuan saja ada 6 orang intel. Panitia menerangkan bahwa kegiatan mengenai rehabilitasi trauma pasca tsunami, serta mengatakan untuk kegiatan tersebut tidak memerlukan izin karena bukan kegiatan keramaian. Kebebasan berkumpul juga dijamin oleh UUD’45. Intel-intel tersebut kembali meminta materi yang disebutkan oleh panitia tidak ada materi, karena memang tidak tersedia. Mereka memaksa meminta untuk masuk yang ditolak oleh panitia dan mengatakan bahwa mereka bisa masuk apabila memiliki surat tugas.

  5. 12.00 Wib
  6. Kembali intel dari Polsekta Medan Kota atas nama Ginting mendatangi ruang pertemuan dan meminta bertemu panitia. Pembicaraan dilakukan di lobby hotel. Ginting kembali meminta surat izin pertemuan dan memaksa untuk masuk ke forum. Panitia mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan pertemuan tersebut, pembicaraan hanya berkisar mengenai kesehatan dan rehabilitasi trauma. Panitia kembali menolak untuk memberikan akses masuk keruangan. Apabila ingin masuk, panitia meminta surat perintah penugasan untuk itu. Ginting kemudian menelephon atasannya sebanyak 2 kali lalu pergi dari Sumatera Village.

  7. 13.30 Wib
  8. Sumatera Village Resort diramaikan oleh intel dan polisi berseragam dari Polsek Medan Kota. Didepan ruang pertemuan ada 1 buah mobil patroli polisi. Polisi juga ada disekitaran lobby, kolam renang dan sekitar ruangan pertemuan. Intel-intel juga bertambah jumlahnya dibandingkan pagi hari.

  9. 15.30 Wib

Intel yang mengaku wartawan meminta schedulle acara dan materi yang kemudian ditolak oleh Panitia.

Kamis, 14 April 2005

  1. 10.20 Wib

    Imigrasi Polonia (Chairil Lufthi, SH †NIP 040046227 dan Edi Erawan) datang bertemu panitia di lobby hotel dan meminta panitia untuk menunjukkan passport dan visa orang asing yang ada dalam list panitia dan menginap di Sumatera Village Hotel. Panitia menanyakan ada masalah apa karena pasport dan visa mereka sudah melewati imigrasi di Polonia. Pihak imigrasi mengatakan itu tidak perlu tau dan imigrasi punya tanggung jawab terhadap turis yang beraktifitas tidak sesuai dengan pasport dan visa. Panitia kemudian menjawab bahwa panitia akan menunjukkan paspor dan visa apabila ada surat tugas dari imigrasi.

  1. 12.45 Wib
  2. Kasat Intel Poltabes Medan Bayu menemui panitia danmenanyakan izin kegiatan, ia juga kembali meminta untuk masuk keruangan. Panitia mengatakan tidak perlu khawatir dengan pertemuan tersebut karena hanya bicara soal kesehatan. Kalaupun ruangan ditutup semata-mata hanya agar peserta dapat berkonsentrasi terhadap materi mengenai trauma yang sebenarnya cukup berat. Kalaupun mau mengakses masuk dipersilahkan saja asalkan ada surat perintah. Hal itu yang tidak bisa dibuat oleh Poltabes.

  3. 13.00 Wib
  4. Imigrasi datang kembali ke Sumatera Village Resort dengan membawa Surat Perintah Tugas dari Imigrasi dan data kedatangan 3 orang asing dalam list panitia. Panitia membaca surat tugas tersebut dan meminta satu copi namun pihak imigrasi tidak mau memberikan. Panitia mengatakan akan mempertemukan dengan Dr. Rajat Mitra (India), Philip Setunga Mudalige (Srilankan, AHRC †Hongkong) dan Meryam Dabhoiwala (India, AHRC †Hongkong). Panitia lalu berkoordinasi dengan mereka dan Pablo Cristalo (AHRC †Indonesia).

  5. 13.45 Wib †14.45 Wib
  6. Pertemuan dengan Imigrasi †Panitia dan 3 orang asing dihadiri Polisi dan Intel Kodam. Di sekitaran lobby juga terlihat tentara dan polisi. Seluruh hotel telah dikelilingi oleh intel yang menyebar di kolam, lobby, dekat ruang pertemuan, pintu masuk sumatera village. Intel-intel tersebut mulai membentak-bentak dan meminta memanggil orang asing yang lain lagi. Pablo Cristalo (AHRC †Indonesia) mengatakan mana surat perintah. Lalu parena pasport dan visa Dr. Rajat Mitra (India), Philip Setunga Mudalige (Srilanka, AHRC †Hongkong) dan Meryam Dabhoiwala (India, AHRC †Hongkong) dilihat oleh imigrasi dan intel, maka panitia meminta untuk pindah ke Restoran yang hanya dihadiri oleh Imigrasi †Dr. Rajat Mitra (India), Philip Setunga Mudalige (Srilanka, AHRC †Hongkong) dan Meryam Dabhoiwala (India, AHRC †Hongkong) dan Panitia. Daucey Rebecca Fay (Aceh Children In Needs) yang kebetulan melintas juga diminta untuk menunjukkan passport dan visa. Lalu imigrasi mengambil pasport ke empat orang tersebut dengan alasan kesalahan Visa holiday digunakan untuk ikut pertemuan, dan meminta ke empat orang tersebut datang esok hari ke ke Imigrasi. Acara dihentikan.

    Jum’at, 15 April 2005

  1. 09.00 Wib

    Dr. Rajat Mitra (India), Philip Setunga Mudalige (Srilanka, AHRC †Hongkong) dan Meryam Dabhoiwala (India, AHRC †Hongkong) dan Daucey Rebecca Fay (Aceh Children In Needs) didampingi oleh Panitia dan Pengacara KontraS Sumut serta translator (Pablo Cristalo) ke imigrasi dan bertemu dengan Imigrasi (Edi Erawan).

  1. 10.00 Wib †15.00 Wib
  2. Keempat orang tersebut menjalani proses BAP dengan pihak imigrasi.

  3. 15.30 Wib
  4. Kepala Imigrasi mengatakan kepada Pengacara KontraS Sumut yang mendampingi proses hukum keempat orang tersebut, bahwa “mereka harus keluar dari Indonesia besok, pada hari Sabtu” . Kepala Imigrasi juga mengatakan bahwa “Saya ditekan oleh Intel Kodam, serta mendapat laporan dari inteligen TNI bahwa sebahagian peserta terkait dengan GAM” . Kepala Imigrasi mengatakan tiket imigrasi akan mengurus perubahan jadwal penerbangan dan passport serta visa akan diberikan di air port.

  5. 16.00 Wib
  6. Dr. Rajat Mitra (India), Philip Setunga Mudalige (Srilanka, AHRC †Hongkong) dan Meryam Dabhoiwala (India, AHRC †Hongkong) dan Daucey Rebecca Fay (Aceh Children In Needs) kembali ke Hotel bersama Panitia.

Sabtu, 16 April 2005

  1. 08.15 Wib
  2. Dr. Rajat Mitra (India) keluar dari Indonesia dengan rute Medan – Jakarta †Bangkok – India. Di Jakarta beliau mendapat masalah dengan imigrasi karena Pasportnya ada kunjungan ke Swedia. Oleh 2 orangpetugas imigrasi, dia harus menjawab pertanyaan atas keperluan apa ke Swedia, apakah terlibat dengan GAM, apakah memberikan uang kepada GAM †melalui partisipan dari Aceh yang ditemui di workshop rehabilitasi trauma di Medan.
  3. 09.50 Wib
  4. Philip Setunga Mudalige (Srilanka, AHRC †Hongkong) dan Meryam Dabhoiwala (India, AHRC †Hongkong) dan Daucey Rebecca Fay (Aceh Children In Needs) keluar dari Indonesia dengan rute Medan †Singapore †Hongkong.