AS DIHARAPKAN CABUT EMBARGO SENJATA

Jakarta, Kompas
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang akan berkunjung ke Amerika Serikat, diharapkan bisa meyakinkan anggota Kongres AS untuk mencabut embargo suku cadang dan persenjataan terhadap Indonesia.

"Pesawat tempur kita, misalnya pesawat jenis F-16, saat ini dari 10 pesawat, hanya empat yang bisa terbang. Enam lainnya terpaksa diparkir karena kesulitan suku cadang," kata Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di sela peringatan Hari Kebangkitan Nasional, Jumat (20/5) di Istana Negara.

"Mudah-mudahan, Senat dan Kongres AS bisa diyakinkan untuk mencabut embargo. Sikap Kongres itu ada hubungannya dengan sikap pers dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sangat sulit ditembus," ujar Juwono.

Menurut Juwono, setidaknya ada dua kasus yang masih dipersoalkan sejumlah anggota Kongres AS. "Pertama, kongres menggugat penanganan peristiwa September 1999 di Timtim, di mana perwira-perwira kita dituduh terlibat pelanggaran HAM berat," ujar Juwono.

Kasus lainnya adalah pembunuhan di Timika, Papua, Agustus 2002. "Ketika itu, dua guru AS tertembak oleh anggota Organisasi Papua Merdeka. Kita dituduh terlibat, padahal pelakunya pelintas batas dari Papua Niugini," kata Juwono lebih lanjut.

Dikritik LSM
Sejumlah LSM, Kamis lalu, mengkritik rencana pemerintah menaikkan anggaran TNI/Polri yang dikaitkan dengan upaya menekan pembalakan liar, penyelundupan, dan pencurian ikan. Demikian disampaikan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Indonesia Corruption Watch (ICW), lembaga monitoring HAM Imparsial, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

LSM itu menilai langkah menaikkan anggaran dari Rp 21,9 triliun menjadi Rp 23 triliun tidak didasari prinsip perencanaan dan penganggaran yang efisien, efektif, transparan, serta akuntabel. Pemerintah tidak pernah transparan menjelaskan pembangunan pertahanan secara komprehensif, untuk jangka pendek, menengah, maupun panjang. "Sepertinya kenaikan anggaran lebih disebabkan efek bola pingpong saat Undang- Undang TNI, yang melarang militer berbisnis,
diterapkan. Itu tidak sehat," ujar Ivan A Hadar dari INFID.

Pemerintah seharusnya mengaudit dulu seluruh sumber pendapatan dan belanja TNI dari APBN, sebelum menaikkan anggaran. Apalagi sebelumnya, Menteri Pertahanan Juwono pernah mengakui ada kebocoran dan pemborosan di departemennya pada masa lalu.

Wakil Koordinator ICW Danang Widoyoko mempertanyakan korelasi penambahan alutsista dengan langkah pemerintah menekan praktik ilegal pembalakan liar, penyelundupan, dan pencurian ikan. "Penyebabnya bukan peralatan yang kurang, melainkan penegakan hukum, terutama di internal TNI dan Polri. Buat apa beli peralatan, sementara masalah utama justru terletak di aparat," katanya.  (DWA/HAR)