Pelaporan Kasus Penghilangan Paksa ke UNWGEID




Untitled Document

STATEMEN BERSAMA IKOHI DAN KONTRAS

No. 14/JOIN-STA/IK/V/2005

“PELAPORAN KASUS PENGHILANGAN PAKSA KE FORUM SIDANG KE 75, KELOMPOK KERJA PBB UNTUK KASUS PENGHILANGAN ORANG SECARA PAKSA DI BANGKOK, THAILAND”

Dalam UU No. 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM disebutkan bahwa Penghilangan Orang Secra Paksa (Enforced or Involuntary Disappearances) adalah salah satu bentuk Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Against Humanity). Sebagai bentuk dari Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, tanggung jawab negara adalah menggelar pengadilan dan menghukum pelakunya. Untuk selanjutnnya memenuhi hak-hak para korban dan keluarganya atas rehabilitasi, restitusi dan kompensasi. Hal ini juga diamanatkan pada Pasal 24 ayat 1, Rancangan Konvensi Anti Penghilangan Paksa yang diadopsi oleh Komis HAM PBB tahun 1998. untuk meastikan agar tindakan penghilangan orang secara paksa tidak terjadi, maka Pasal 7 Deklarasi PBB untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (1992) menyebutkan, “Tidak ada keadaan apapun, apakah ancaman perang, keadaan perand dan instabilitas dalam negeri yang membolehkan terjadinya tindak penhilangan paksa.”

Perhatian khusus yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap kasus penghilangan orang secara paksa ini tak bisa dilepaskan dari dampak yang sangat keji yang ditimbulkannya. Tidak hanya bagi korban yang hilang (korban langsung), tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat yang ditinggalkannya (korban tidak langsung). Bagi korban langsung. Tindakan ini secra sekaligus merampas 4 (empat) hak dasar manusia, yaitu hak atas kebebasan dan rasa aman, hak untuk diperlakukan sama di depan hukum, hak untuk tidak disiksa dan hak untuk hidup, bagis yang ditinggalkan, mereka mengalami siksaan psikologis berupa penantian dan ketidakpastian yang terus berkelanjutan.

KontraS dan IKOHI tidak pernah berhenti berjuang mendesak untuk tidak lagi melakukan tindakan menculik, menyiksa dan menghilangkan orang. Disamping itu, KontraS dan IKOHI juga tidak perhanh berhenti menuntut pertanggungjawaban negara atas kasus-kasus yang telah lalu. Sedikit kemajuan kini sedang dilakukan oleh Komnas HAM dengan membentuk Penyelidikan untuk kasus Penculikan dan Penhilangan Paksa Aktifis Pro Demokrasi 1997/1998.

Sebagai usaha pelengkap. Secra paralel Kontras dan IKOHI juga membawa berbagai kasus penghilangan paksa yang terjadi di Indonesia ke forum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Melalui mekanisme tematik khusus yang bernama Kelompok Kerja untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa (United Nations Working Group or Involuntary Disappearances-UNWGEID, berdiri tahun 1980) KontraS dan IKOHI telah membawa 1300 kasus penghilangan orang secara paksa yang terjadi sejak tahun 1965 samapi tahun 2000. sesuai dengan weweangan yang dimilikinya, Kelompok Kerja PBB tersebut kemudian meminta pemerintah Indonesia utnuk mengklarifikasi kasus-kasus yang dilaporkan tersebut. Sebagai mana laporan Kelompok Kerja PBB sesi 61 Sidang Komisi HAM PBB No. E/CN.4/2005/65 yang dikeluarkan tanggal 23 Desember 2004, disebutkan Pemerintah Indonesia selam ini hanya bisa mengklarfikasi 3 dari 148 kasus yang dipertanyakan oleh Kelompok kerja PBB tersebut. Ini menunjukan belum seirusnya pemerintah Indonesia untuk menuntaskan kasus penghilangan orang secara paksa.

Untuk itu, sehubungan dengan akan diadakannya Sesi Sidang ke 75 Kelompok Kerja PBB untuk Kasus Penhilangan Orang Secara Paksa pada tanggal 26 Mei sapai 6 Juni 2005 di Bangkok Thailand, kembali Kontras dan IKOHI akan mengirim masing-masing satu delegasi untuk kampanye internasional dengan tujuan khusus:

  1. Membawa kasus penhilangan paksa yang terjadi di Indonesia sejak 1965 sampai sekarang (2005) ke Kelompok Kerja PBB untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa untuk ditangani sesuai mandat yang dimilikinya.
  2. Membawa kasus kematian Munir ke Kelompok Kerja yang sama karena Munir adalah orang yang telah mendedikasikan hidupnya untuk mengungkap dan menghentikan kasus penghilangan orang secara paksa. Kelompok Kerja PBB diharakan memberikan desakan yang cukup agar pemrintah Indonesia serius dalam usahanya mengungkap peristiwa dan meminta pertanggungjawaban pada otak dan pelaku pembunuhan Munir.
  3. Mendesak Kelompok Kerja PBB untuk Kasus Penghilangan Orang Secra Paksa agar melakukan usaha-usaha disahkannya Rancangan Konvensional Internasional Anti Penghilangan Paksa menjadi Konvensi.

Pertemuan Kelompok Kerja PBB di Bangkok ini bertepatan sekali dengan peringatan Pekan Internasional untuk Orang Hilang (International Week for the Disappeared) yang diperingati di seluruh dunia. Oleh karena itulah, pada momentum ini kami juga mendesak KOMNAS HAM untuk serius melakukan penyelidikan kasus penghilangan paksa tahun 1997/1998, dan mendesak pemerintah Indonesia untuk mendukung pengesahan Rancangan Konvensi Internasional Anti Penghilangan Paksa menjadi Konvensi. Semua ditujukan untuk melenyapkan tindak penghilangan paksa di Indonesia dan di dunia. Karena, A World Without Disappearances Is Possible.

Jakarta, 23 Mei 2005

MugiyantoSri Suparyati
Ketua IKOHI
Kabid Internal KontraS