EMPAT SKENARIO PEMBUNUHAN MUNIR

Jakarta, Kompas
Tim Pencari Fakta kasus meninggalnya Munir menemukan dokumen yang mengungkapkan empat skenario pembunuhan aktivis hak asasi manusia tersebut. Skenario keempat mengatakan aksi meracuni Munir dengan arsenik dalam penerbangan ke Belanda telah dijalankan sehingga yang bersangkutan meninggal karena dosis fatal awal September 2004 lalu. "Memang kami mendapat beberapa fakta baru skenario pembunuhan Munir. Berdasar data baru itu, yang sangat sayang untuk dibuang, ada empat fase pembunuhan Munir," kata Ketua TPF kasus Munir, Brigadir Jenderal (Pol) Marsudhi Hanafi, Selasa (14/6).

Di Markas Besar Kepolisian Negara RI (Polri), Marsudhi kemarin membeberkan dokumen itu secara sekilas. Menurut dokumen itu, skenario pertama menyebutkan Munir direncanakan dibunuh saat berada di dalam mobil. Skenario kedua, Munir dibunuh dengan menggunakan santet atau teluh. Adapun yang ketiga, Munir akan dibunuh dengan memasukkan racun di makanan Munir di Kantor Imparsial. Terkait dengan informasi di dokumen itu, tim pencari fakta (TPF) sangat yakin pembunuhan Munir benar-benar kejahatan konspiratif.

"Dia (otak pembunuhan Munir yang tidak disebutkan-Red) menggunakan orang dalam Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan-Red), tetapi gagal. Bahkan dalam hal ini ada juga agen yang berpura-pura menjadi wartawan," katanya.

Menurut Marsudhi, ada kemungkinan orang dalam itu tidak sadar telah dibina sehingga mungkin pula tidak sadar telah melakukan kesalahan saat memasukkan racun ke makanan Munir di Imparsial. "Waktu itu Munir tidak masuk kerja (sehingga rencana itu gagal-Red). Jadi tiga operasi yang pertama itu batal dan yang ini (meracuni di pesawat-Red) yang bisa dilanjutkan," lanjutnya lagi.

Saat ditanya keberadaan dokumen itu, Marsudhi menjawab, "Saya ada dokumennya." Didesak agar menjelaskan lebih jauh soal dokumen itu, ia hanya mengatakan, itu informasi rahasia TPF.

Lebih jauh ia mengungkapkan, TPF juga akan meminta Polri agar segera menindaklanjuti rekomendasi yang belum dijalankan, salah satunya soal desakan rekonstruksi. Rekonstruksi, tutur Marsudhi, sangat penting untuk berlangsungnya scientific crime investigation.

Kepala Polri tak keberatan
Kepala Kepolisian RI (Polri) Jenderal (Pol) Dai Bachtiar seusai rapat koordinasi bidang politik, hukum, dan keamanan di Jakarta menyatakan tidak keberatan mengenai wacana perpanjangan dan penambahan wewenang TPF Munir yang akan habis masa kerjanya tanggal 23 Juni mendatang. Namun, ia mengatakan hal itu terserah kepada Presiden.

Dai mengakui, selama ini pihaknya merasa sangat terbantu dengan keberadaan TPF terkait dengan upaya pengungkapan kasus pembunuhan Munir. "Akan tetapi, kalau berbicara soal kewenangan (penyelidikan) seperti diatur dalam undang- undang, tentunya Presiden tidak melampaui ketentuan itu. Selama tidak melanggar UU, masalah penguatan kewenangan itu bisa dipertimbangkan," ujar Dai menambahkan.

Sementara itu, di tempat terpisah Sekretaris TPF Usman Hamid mengaku setuju dengan pendapat Dai. "TPF dibentuk bukan untuk mengambil yurisdiksi kepolisian, seperti penyelidikan atau penyidikan. Sedangkan terkait apa yang kami rekomendasikan ke polisi, mereka akan menindaklanjuti atau tidak, hal itu bukan masalah," ujar Usman.

Di Gedung Komnas Perempuan, Usman meminta kepolisian memeriksa kembali seorang warga negara Belanda, Lie Khi Ngian, yang saat kejadian duduk di sebelah Munir dalam penerbangan pesawat maskapai Garuda bernomor penerbangan GA 0974 tujuan Belanda.

Menurutnya, pemeriksaan ini perlu karena polisi belum cukup memperoleh keterangan, sementara TPF melihat ada sejumlah kejanggalan terkait dengan keberadaan pria yang bekerja di salah satu perusahaan farmasi di Indonesia itu.  (ADP/DWA)