Putusan Bebas dalam Pengadilan HAM Abepura

Siaran Pers Bersama

KONTRAS, PBHI, ELSAM, IMPARSIAL, DEMOS DAN HRWG

Putusan Bebas dalam Pengadilan HAM Abepura

Menutup Jalan Keadilan bagi Korban

KONTRAS, PBHI, ELSAM, IMPARSIAL, DEMOS DAN HRWG menilai putusan Pengadilan HAM Abepura yang membebaskan Brigjen. Pol. Johny Wainal Usman dan Kombes Pol. Daud Sihombing kembali menunjukkan potret buruk penegakan HAM di Indonesia, dengan mengabaikan adanya pertanggungjawaban negara atas kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Putusan ini menunjukkan bahwa negara tetap tidak beranjak dari pelanggengan rantai impunitas, setelah sebelumnya membebaskan hampir seluruh terdakwa pengadilan HAM Timor Timur dan Tanjung Priok, di tingkat pertama, banding maupun kasasi. Lebih jauh, putusan ini semakin menunjukkan bahwa negara telah dengan sengaja mengabaikan rasa keadilan korban-korban pelanggaran HAM dengan tidak memenuhi hak-haknya, berupa kebenaran, keadilan dan pumulihan.

Majelis Hakim Pengadilan HAM kasus Abepura dalam amar putusannya menyatakan bahwa Terdakwa Johny Wainal Usman dan Daud Sihombing tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan dengan cara pembunuhan dan penganiayaan karena mempertimbangkan bahwa penyerangan massa yang dilakukan pada waktu itu semata-mata disebutkan sebagai tindakan reaktif dan dilakukan sesuai standar operasional, dan pengejaran yang terjadi pada saat itu hanya dilakukan terhadap orang-orang yang diduga terkait dalam penyerangan Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Abepura, termasuk ke tempat-tempat penduduk sipil.

Sebagai Pengadilan HAM permanen pertama di Indonesia, Pengadilan HAM Abepura awalnya merupakan ujung tombak harapan para korban. Namun pengadilan ini justru mencerminkan sistem peradilan di Indonesia yang tidak menampakkan kemajuan maupun pembenahan sejak dimulainya Pengadilan HAM di Indonesia pada 2003 lalu, dalam ranah sistem maupun aparatusnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa lemahnya sistem hukum semakin menunjukkan supremasi aparat bersenjata (militer, polisi dan intelejen) terhadap institusi peradilan.

Putusan bebas ini membuat hak-hak korban, yang dijamin oleh undang-undang tetap diabaikan. Sementara, meskipun putusan pengadilan menyatakan terdakwa tidak bertanggungjawab secara pidana dalam kasus ini, namun hak-hak korban semestinya tidaklah serta merta menghilangkan hak-hak korban untuk mendapatkan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi berdasarkan Deklarasi Prinsip-prinsip Keadilan bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan.

Terhadap putusan bebasnya para terdakwa dalam kasus Abepura ini, kami menuntut :

  1. Mahkamah Agung untuk menerima kasasi Jaksa Penuntut Umum, dengan membatalkan putusan tingkat pertama dan memberikan putusan yang berkeadilan bagi korban.
  2. Komisi Judicial untuk memeriksa Majelis Hakim Pengadilan HAM untuk kasus Abepura di Makassar.
  3. Negara untuk mengundang Special Reporteur Independency Judiciary, untuk melakukan evaluasi terhadap pengadilan HAM di Indonesia.
  4. Negara untuk memberikan hak-hak korban pelanggaran HAM, berupa kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.

Jakarta, 9 September 2005

Agung Wijaya, Demos

M Arfiandi Fauzan, PBHI

Usman Hamid, Kontras

Poengky Indarti, Imparsial

Rafendi Djamin, HRWG

Zainal Abidin, Elsam