DPR RI Kembali Ingkari Janji

PRESS RELEASE

"DPR RI Kembali Ingkari Janji"

Enam tahun sudah Tragedi Semanggi II berlalu. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 24 September 1999. Akibat kepemimpinan Orde Baru yang otoriter selama 32 tahun (dari tahun 1966 s/d Mei 1998), di mana hal itu mengundang protes dan perlawanan dari warga masyarakat dan mahasiswa yang pro demokrasi. Meskipun ketika terjadi peristiwa Semanggi II telah berlangsung pergantian pimpinan rezim, namun kekuasaan otoriter masih eksis. Rezim otoriter telah dan selalu menggunakan aparat bersenjata sebagai alat untuk mempertahankan pengaruh kekuasaannya, dan mereka bertindak sangat represif dalam menghadapi aksi masyarakat sipil, sehingga tidak mustahil bila kemudian berjatuhan korban meninggal dari warga sipil yang tak bersenjata itu.

Mengacu pada hasil penyelidikan Komnas HAM, yang dilakukan oleh KPP-HAM Kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS) , di mana telah diperoleh temuan awal bahwa tindakan represifaparat bersenjata pada tiga peristiwa itu (bahkan termasuk peristiwa Kerusuhan Mei’98) adalah tindakan melanggar HAM dan merupakan sebuah rangkaian tindak kekerasan yang dilakukan secara sistematis, maka jelaslah bahwa ketiga peristiwa tersebut tidak bisa dipisah- pisahkan.

Untuk menyegarkan ingatan kita, dalam kesempatan ini kami sebutkan nama-nama para korban meninggal dari kalangan mahasiswa akibat peluru tajam dalam tiga peristiwa itu, yaitu: dalam "Peristiwa Trisakti" (12 Mei 1998), ketika para mahasiswa melakukan aksi menentang rezim Orde Baru, jatuh korban meninggal sebanyak 4 mahasiswa yaitu: Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri.Hartanto, dan Hendrawan sie. Dalam "Peristiwa Semanggi I" (13 Nopember 1998), ketika itu warga masyarakat dan mahasiswa melakukan aksi menolak Sidang Istimewa MPR, jatuh korban meninggal sebanyak 6 orang yaitu: B.R. Norrna Irrnawan (Wawan) -mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarta, Teddy Mardani -mahasiswa ITI, Sigit Prasetyo -mahasiswa UPN- Y Al, Engkus Kusnaedi -mahasiswa Unija, dan Heru Sudibyo -mahasiswa STIE
Rawamangun Jakarta. Kemudian dalam "Peristiwa Semanggi II" (24 September 1999), ketika . itu warga masyarakat dan mahasiswa melakukan aksi menolak RUU-PKB (penanggulangan
Keadaan Bahaya),jatuh korban meninggal yaitu: Yap Yun Hap -mahasiswa Ul.

Sejak peristiwa itu terjadi, keluarga korban dan para pendamping antara lain: KontraS, TRuK, AKKRA, TPK 12 Mei, selalu berupaya menuntut penyelesaian kasus tersebut secara tuntas, namun sampai sekarang masih menghadapi banyak hambatan. Hambatan pertarna-tama yang menonjol adalah hasil kerja Pansus DPR untuk Kasus TSS, yang pada laporan hasil kerjanya menelorkan Rekomendasi DPR yang menyatakan bahwa dalam peristiwa TSS tidak terjadi pelanggaran HAM berat, dan merekomendasikan untuk diselesaikan melalui peradilan umum/militer. Keberadaan rekomendasi inilah yang selalu dijadikan alasan oleh Kejaksaan Agung untuk tidak menindaklanjuti hasil penyelidikan Kornnas HAM. Sehingga yang terjadi adalah, berkas penyelidikan Kornnas HAM tentang kasus TSS berkali-kali bolak-balik dari Kejaksaan Agung ke Kornnas HAM dan sebaliknya. Dan posisi yang terakhir, pada bulan Januari 2005 Kornnas HAM telah mengembalikan berkas itu ke Kejaksaaan Agung, di mana Kornnas HAM merasa bahwa apa yang menjadi tugasnya sudah selesai.

Kebekuan proses penuntutan kasus TSS agak mencair, ketika seluruh fraksi dalam Rapat Komisi III DPR tgl. 30 Juni 2005 memberikan sinyal positif yaitu adanya kesepakatan akan mengkaji ulang Rekomendasi DPR tahun 200 1. Perlu dicatat, bahwa perkembangan ini bukan tanpa desakan. Hal ini tidak terlepas dari desakan yang dilakukan baik oleh Komnas HAM, keluarga korban, dan seluruh elemen pendamping/pendukung, serta mahasiswa. Setelah sekian waktu tidak ada perkembangan lanjut, maka keluarga korban minta audiensi dengan Pimpinan DPR, dan ditenma pada tgl. 14 September 2005. Ketika itu keluarga korban ditenma oleh Agung Laksono (Ketua DPR RI), Taufickurachman Saleh (Komisi m DPR RI), Aulia Rachman (Komisi m DPR RI), dan Faisal Djamal (Sekjen DPR RI). Mereka menjanjikan, dengan disaksikan oleh para pendamping keluarga korban, mahasiswa, dan juga media massa baik cetak maupun elektronik, bahwa kesepakatan seluruh Fraksi dalam Rapat Komisi m DPR itu akan dibahas dalam Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada tanggal 22 September 2005. Kenyataanya, pada rapat Bamus tersebut tidak mengagendakan pembahasan kasus TSS. Ini semakin menunjukkan bahwa anggota DPR telah melakukan "janji kosong" terhadap para keluarga korban serta tidak senus berusaha unutuk menuntaskan kasus ini.

Pimpinan DPR bersikukuh bahwa pengkajian ulang Rekomendasi DPR itu harus melalui mekanisme yang ada di DPR, di mana harus melalui Sidang Paripurna DPR-dengan demikian, tidak ada terobosan. Dan untuk menuju ke Sidang Paripurna DPR tersebut, harus melalui tahapan yaitu: harus ada persetujuan Pimpinan DPR, harus dibahas terlebih dahulu dalam rapat Bamus DPR, baru kemungkinan bisa dibawa ke Sidang Paripurna DPR Dalam tahapan-tahapan itu jelas amatrentan dengan intervensi dan manuver-manuver politik dari pihak yang tidak menghendaki penuntasan kasus TSS ini. Sementara itu, di tingkat Kejaksaan Agung sangat mungkin terjadi upaya mengkerdilkan proses hukum Kasus TSS-sebagaimana telah menimpa pada kasus Timtim dan kasus Tanjung priok dan Abepura.

Terlepas dari berbagai kemungkinan-kemungkinan tersebut, bertepatan dengan "Peringatan Peristiwa Semanggi II" ini, kami yang tergabung dalam Panitia Bersama, menyatakan sikap untuk tetap nienuntut penuntasan kasus TSS melalui Pengadilau HAM ad hoc, dan menolak impunitas. Untuk itu kami menyerukan hal-hal sebagai benkut:

  1. Mendesak Kejaksaan Agung untuk segera melakukan penyidikan terhadap kasus TSS.
  2. Mendesak DPR untuk mencabut Rekomendasi DPR tahun 2001 tentang kasus TSS,
    dan mengusulkan kepada Presiden agar segera menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk kasus TSS.
  3. Meminta kepada Presiden RI untuk mendorong Jaksa Agung segera melakukan penyidikan kasus TSS.

Jakarta, 23 September 2005.

Panitia Bersama Peringatan Semanggi II:

KontraS, JRK, IKOHI, JSKK, PBHI Jakarta, FPPI, LMND, FAM YAI, FM YAI, GMNI
UKI, AKKRA, FMN R, SBMI, Keluarga Korban TSS, Clliwung Merdeka, FAMSI,
AKKRA, TPK 12 Mei, MM-USAKTI, KGM.