Siaran Pers Bersama
“ Politik International HAM Indonesia tidak beranjak dari Gaya Orde Baru”
Catatan dampak kepemimpinan Indonesia dalam Komisi HAM PBB ke 61, 2005
Kepemimpinan Indonesia dalam Komisi HAM PBB pada periode sidang ke 61 ( 17 januari 2005 – 17 januari 2006 ) oleh Makarim Wibisono, belum memberikan kontribusi positif bagi Indonesia baik untuk perbaikan kondisi HAM di seluruh Indonesia maupun kontribusi Indonesia dalam penegakan dan perlindungan HAM di tingkat International. Satu2 nya efek positif di tingkat nasional masih bersifat normatif dengan di ratifikasi nya 2 konvenan HAM internasional yang penting pada tanggal 30 september 2005, yaitu konvensi internasional Hak-hak sipil politik (International Convention on Civil and Political Rights – ICCPR) and dan Konvensi internasional hak – hak ekonomi, sosial dan budaya..(Internation al Convention on Economic, Social and Cultural Rights- IESCR)
Sampai penghujung tahun 2005 ini dalam perdebatan tentang reformasi Komisi HAM PBB yang namanya telah di rubah menjadi Dewan HAM PBB melalui resolusi Sidang Umum PBB ttg reformasi PBB 14 september 2005 yang lalu di marks PBB New York, perwakilan Negara Indonesia masih menjalankan politik HAM yang konservatif. Misalnya , sikap politik menolak memberikan wewenang pada Dewan HAM PBB yang baru untuk melakukan evaluasi periodik ttg kewajiban HAM internasional negara negara anggota. Indonesia bersikap seperti ini bersama sama dengan negara2 anggota lain yang mempunyai catatan HAM yang buruk seperti Mesir, Vietnam, Syria, Cuba.. Politik seperti ini jelas tidak memberikan impak positif utk perbaikan kondisi Hak Asasi Manusia di tingkat nasional. Politik HAM Internasional seperti ini juga tidak memberikan kontribusi positif bagi perbaikan konidis HAM di dunia. Lebih parah lagi , di beberapa kesempatan International Indonesia menjadi bagian dari Negara2 yang mensepakati adanya kejahatan Impunitas International. .
Kondisi ini dicerminkan oleh sikap dan orientasi politik HAM International Indonesia dalam mekanise Multilateral maupun Bilateral. Beberapa catatan Politik dan Orientasi Internsional HAM Indonesia sepanjang tahun 2005.
Mekanisme HAM PBB
Di luar Mekanisme HAM PBB
Catatan diatas membawa dampak yang negatif terhadap kondisi HAM nasional. Hal ini dapat dilihat dengan masih berlangsungnya Impunity di Indonesia (bebasnya penjahat HAM berat pada Kasus Abepura dan Tanjung Priok), status yang mengambang penyelesaian kasus TSS I dan II, serta ancaman yang semakin nyata terhadap kebebasan sipil (civil liberties) di Indonesia dengan re-aktivasi Komando teritorial atas nama perang mealwan terror.
Berangkat dari masalah diatas kami menyatakan sikap sebagai berikut.
Rafendi Djamin, Koordinator HRWG
Usman Hamid, Koordinator KontraS
Ifdhal Kasim (Direktur Eksekutif ELSAM)