Militer Harus Tunduk Pada Negara Bukan Korporasi

Siaran Pers Bersama

Militer harus Tunduk Pada Negara bukan Korporasi

Pernyataan Menteri Pertahanan Juwono Soedarsono kepada Financial Times pada 7 Februari 2006 yang bemiat menyusun perubahan (Guidelines) aturan tentang hubungan korporasi dan militer Indonesia memprihatinkan banyak pihak. Sejumlah organisasi non pemerintah yaitu WALHI, JATAM, Imparsial, KontraS, ICW, Pro Patria, INFID, PBHI, Pokja-Papua. HRWG, PRAXIS, mengecam upaya pemerintah tersebut yang cenderung melegalkan penerimaan dana militer dari korporasi.

Rencana Pemerintah ini dikeluarkan setelah diungkapkan oleh beberapa media massa pada awal Januari lalu yang menemukan fakta adanya pembayaran dan penyuapan oleh PT. Freeport Indonesia ke Militer Indonesia selama 10 tahun lebih. Freeport diduga membayar jutaan dollar kepada sejumlah pejabat militer di Papua dan memberikan fasilitas khusus kepada militer dan kepolisian demi mengamankan operasi pertambangan mereka.

Selain penyuapan, hubungan Freeport dan aparat keamanan, seperti TNI dan Polri sarat menyebabkan pelanggaran lingkungan hidup dan pelanggaran HAM. Salah satu contoh adalah penyadapan telefon dan email milik sejumlah organisasi yang mengadvokasi pelanggaran lingkungan hidup dan pelanggaran HAM di sekitar areal Freeport .

Menurut kami, keputusan ini sama sekali bertentangan dengan amanat UU no 312002 tentang Pertahanan Negara dan UU nomor 34/2004 tentang TNI yang melarang TNI mendapatkan dana di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Niat Juwono untuk melegalkan pendapa1an militer dari korporasi hanya akan memperpanjang bisnis TNI dan membuat TNI semakin tidak profesional. Implikasi dari rencana Pemerintah ada lah Militer akan lebih patuh kepada korporasi yang membayarnya ketimbang menjalankan tugas utamanya melindungi negara dan warganya terhadap serangan dari luar .

Selain itu Menhan, Juwono Sudarsono juga salah menafsirkan peran TNI dalam mengamankan objek vital negara. Pengamanan objek vital negara adalah peran Kepolisian. Penugasan TNI da1am pengamanan objek vital da1am negeri hanya bisa dilakukan jika Kepolisian meminta bantuan, itu pun setelah melalui perintah presiden.

Oleh karenanya kami dari sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah, terutama Menhan Juwono Sudarsono, untuk membatalkan kehendaknya untuk melegalkan dana-dana koorporasi dalam membiayai militer. Menhan harus tetap taat serta patuh dalam melaksanakan amanat UU nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara dan UU nomor 34/2004 tentang TNI yang menyatakan bahwa TNI harus dibiayai melalui APBN.

Bila pemyataan Juwono direalisasikan dikhawatirkan membuka peluang bagi TNI baik institusi dan anggotanya untuk kembali berbisnis dan menikmati kucuran dana dari luar (non-APBN) dan akan menghambat proses reformasi menuju profesionalisme TNI.

Jakarta , 20 Februari 2006

Chalid Mubammad (WALHI), Haris Azhar (KONTRAS), Harry (propatria), Poengky Indarti (lmparsia1), Danang Widoyoko (ICW), Siti Maimunah (Jaringan Advokasi Tambang), Choirul Anam (HRWG), Patra MZ (pokja-Papua), Nawawi (INFID).