Mahkamah Agung Mesin Cuci Pelanggaran HAM

Siaran Pers
Nomor : 14/SP-KontraS/III/2006
MAHKAMAH AGUNG MESIN CUCI PELANGGARAN HAM

Menanggapai putusan MA menolak kasasi kasus Tanjung Priok dengan terdakwa Sutrisno Mascung CS, KontraS dan korban peristiwa Tanjung Priok 1984 menyatakan putusan MA tersebut merupakan unprofesional conduct hakim agung yang menciredai martabat hakim dan keadilan hukum.
Putusan kasasi MA yang menolak kasasi Jaksa memang tidak menyatakan eksplisit bahwa terdakwa Sutrisno Mascung CS bebas. Namun Kontras berpendapat, MA gagal memeriksa secara profesional tiga wewenangnya, yaki apakah pengadilan yang lebih rendah salah menerapkan hukum, lalai melakukan sesuatu yang sehaursnya dilakukan, atau pengadilan yang lebih rendah melampaui kewenangan (Pasal 30 UU MA).
Pertama, MA menyatakan tindakan Sutrisno Mascung tidak masuk kualifikasi pelanggaran HAM berat sehingga tidak bisa di bawa ke pengadilan HAM ad hoc. Masalahnya, apakah MA bisa memakai alasan fakta ini sebagai dasar putusan? Bukankan pemeriksaan fakta ada di domain judex factie (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi) dan bukan judex jurist (MA)? Disini, justru MA yang salah menerapkan hukum. Ini adalah modus baru.
Kedua, pengadilan HAM ad hoc (Andi Samsan Nganro, Binsar Gultom dkk) adalah pengadilan yang tidak dapat dikatakan lalai melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Sebab putusan ini adalah satu-staunya yang memutus pemberian kompensasi bagi korban.
Ketiga, pengadilan negeri juga tidak dapat dikatakan melampaui kewenangannya karena pengadilan HAM ad hoc telah mengeluarkan putusan sela tentang apakah tindakan Sutrisno Mascung cs. Putusan sela menyatakan pengadilan HAM ad hoc berwenang mengadili perkara pelanggaran berat HAM. Selain itu, hasil penyelidikan Komnas HAM dan Jaksa Agung juga telah diikuti dengan pembentukan pengadilan HAM ad hoc berdasarkan Keputusan Presiden.
Kontras, khawatir putusan ini menjadi rujukan yang merusak struktur dan sistim hukum  penegakan HAM. Akibatnya fatal, bisa menganulir seluruh proses penyelidikan Komnas HAM, penyidikan Jaksa Agung, hingga pembentukan pengadilan HAM ad hoc lewat keputusan Presiden dan DPR.
Kami meminta perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyoo atas fakta-fakta bebasnya pelanggar HAM. Selama pemerintahan SBY ini adalah putusan kelima yang gagal menghukum para terdakwa pelanggar HAM berat Tanjung Priok. Dengan putusan ini, maka MA telah 19 kali membebaskan terdakwa pelanggar HAM
Jakarta, 2 Maret 2006

Usman Hamid
Koordinator

Lampiran Matriks Putusan Pengadilan Kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat [2006-03-02]