SIARAN
PERS BERSAMA
PBHI,
KONTRAS, FSPUI, CC-GKST
Tentang:
Pemboman di Pura Jagat Nata Desa Toini, Poso
Perhimpunan
Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Forum Silaturahim Perjuangan Umat
Islam [FSPUI] Poso dan Crisis Center [CC] Gereja Kristen Sulawesi
Tengah [GKST] menyesalkan terjadinya Peledakan BOM di Kompleks Pura
Jagat Nata Desa Toini, Kecamatan Poso Pesisir Sulawesi Tengah pada
pukul 07.30 Wita, 10 Maret 2006. Akibat dari Peledakan BOM ini
seorang warga (I Nengah Sugiharto, 40, sekretaris kelurahan
Kasiguncu) mengalami luka serius dibagian kaki sebelah kiri. Lokasi
kejadian peristiwa hanya berjarak + 500 meter dari Markas Kompi IV
Brimob Polda Sulteng atau hanya berjarak 100 meter dari pos jaga
Brimob.
Peledakan
BOM yang tejadi di Desa Toini ini merupakan bagian dari pemeliharaan
kekerasan di Poso dalam 7 tahun terakhir. Dalam 3 tahun terakhir,
kekerasan yang terjadi di Poso merubah pola kekerasan dari terbuka
menjadi kekerasan secara tertutup dengan cara penembakan misterius
dan pengeboman, sebagaimana yang nampak dari kasus terakhir di Desa
Toini.
Tabel
1: Peristiwa pemboman di Poso dan Palu Tahun 2003 – 2006
No | Tahun | Peristiwa | Korban | |
Meninggal | Luka | |||
1 | 2003 | 10 | 1 | 11 |
2 | 2004 | 6 | 6 | 2 |
3 | 2005 | 9 | 29 | 124 |
4 | 2006 | 1 | – | 1 |
Source:
PBHI, 2006
Dari semua
kasus Pengeboman yang telah terjadi tidak satupun aparat hukum,
kepolisian, mampu menangani sampai tuntas, dalam artian motif dan
pelaku yang sesungguhnya terungkap.
Kami
menilai :
Bahwa
peledakan BOM di Kompleks Pura Desa Toini menunjukkan bahwa masih
kuatnya upaya provokasi terhadap masyarakat yang berbeda agama di
Poso. Setelah gagal dari beberapa rangkaian provokasi sebelumnya
dengan penembakan, peledakan bom hingga penangkapan dan stigmatisasi
kelompok tertentu di Poso;
Melihat
pola kekerasan yang terus terjadi di Poso dan Palu, kami menilai
bahwa pelaku sangat mengetahui dan menguasai wilayah, punya
kemampuan [keberanian] eksekusi yang cukup tinggi dan canggih;
Bahwa
proses penegakan hukum tidak dilakukan dalam upaya penciptaan
perdamaian di Poso. Yang terjadi hanya kegiatan-kegiatan simbolik
berupa penempatan-penempatan pos-pos Polisi dan TNI (dengan sandi
Operasi Sintuwu Maroso (2001 †2005) dan Operasi Lanto Dago (2005
†sekarang). Demikian pula melalui Inpres No. 14 Tahun 2005
tentang pemulihan situasi Poso, Pemerintah telah membentuk satuan
operasi teritorial seperti Satuan Tugas (Satgas) Poso dan Palu,
Koopskam Sulteng, namun upaya itu seakan tidak punya makna apa-apa
karena rangkaian kekerasan di Poso pun semakin massif.
Oleh karena
itu kami PBHI dan KontraS, FSPUI, CC-GKST menuntut dan mendesak:
Pemerintah
Pusat segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap operasi keamanan
dan kebijakan yang telah dibuat berkaitan dengan persoalan Poso.
Pemerintah
Pusat segera menghentikan berbagai rekayasa yang terjadi dengan
tujuan pemeliharan kekerasan, intimidasi dan trauma di masyarakat
Poso sehingga upaya rekonsiliasi menjadi gagal.
Agar para
tokoh agama dan masyarakat di Poso dengan sepenuh hati untuk mencari
dan mendorong formulasi penyelesaian persoalan di Poso secara
komprehansif, diluar upaya-upaya simbolik yang dilakukan pemerintah
lokal dan pusat.
Agar para
tokoh agama dan tokoh masyarakat di Poso menghimbau kepada
masyarakat Poso agar tidak terpancing terhadap tindakan-tindakan
provokatif yang berusaha memperluas konflik.
Jakarta,
10 Maret 2006
H.
Adnan Arsal/Ketua FSPUI-Poso
Alex/Ketua
CC-DKST
Indria
Fernida/Kepala Operasional Kontras
M.
Arfiandi Fauzan/Sekretaris Badan Pengurus PBHI
Laurent
Mayasari/Kepala Divisi Daeah Konflik