Tiga Bulan Polri Paska Vonis PN Jakarta Pusat a/n Terdakwa Pollycarpus

Siaran Pers KASUM


Tiga Bulan Polri Paska
Vonis PN Jakarta Pusat a/n Terdakwa Pollycarpus


RAMELGIA ANWAR DAN
MUCHDI PR, KUNCI PENGUSUTAN KASUS MUNIR





Komite Aksi Solidaritas
Untuk Munir (KASUM) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk
mempertanyakan Kapolri tentang kemajuan penyidikan kasus Munir. Sudah
tiga bulan sejak Majelis Hakim PN Jakarta Pusat memutuskan Pollycarpus
Budihari Priyanto bersalah dan terlibat perbuatan pidana yang
dilakukan secara berkawan atau berkomplot (conspiracy) yang
berakibat hilangnya jiwa Munir (20/12/2005). Itu sebabnya, Majelis
Hakm mangganjar Pollycarpus dengan hukuman penjara selama 14 tahun
dan bukan seumur hidup seperti yang dituntut oleh Jaksa Penuntut.
Majelis Hakim menilai tuntutan hukuman Jaksa Penuntut terlalu berat
mengingat masih harus diselidiki siapa dan siapa saja yang turut
serta dalam pembunuhan Munir (Hal 111). Ada konspirasi dan
Pollycarpus bukan pelaku tunggal. Itulah pokok putusan Majelis Hakim.


Dari rincian perbuatan
pidana yang diputuskan, diketahui bahwa Pollycarpus terbukti bersalah
atas dua perbuatan pidana: (1) Turut Melakukan Pembunuhan Berencana
dan (2) Kelompok pendukung pembunuhan atau yang memfasilitasi operasi
pembunuhan.


Pada kesimpulan BAP kita
mendapati tersangka kelompok pelaksana pembunuhan yakni: Pollycarpus
BP dan Oedi Irianto serta Yeti Susmiarti (dalam BAP terpisah â€
splitsing) dan tersangka kelompok pembunuhan yaitu : Ramelgia
Anwar dan Ronil Aini. Tetapi Aini hilang, tanpa penjelasan splitsing
atau tidak. Padahal isi dakwaan dan tuntutan tidak berubah, yakni
tetap terdapat tindak pidana pemalsuan surat.


Oleh karena itu, kami
berkesimpulan bahwa untuk mengungkap kasus ini setidaknya terdapat
beberapa hal yang mesti ditindaklanjuti, yakni:



  1. Muchdi PR dan
    Ramelgia Anwar adalah kunci pengungkapan kasus Munir. Muchdi PR
    seperti diungkap dalam putusan majelis hakim, memiliki perkerjaan
    dan tujuan yang sama dengan Pollycarpus. Sedangkan Ramelgia Anwar
    (bersama Rohanil Aini) menjadi fasilitator yang memungkinkan
    Pollycarpus BP ikut dalam penerbangan bersama Munir. Oleh karena itu
    kepada ketiga orang tersebut mesti diberlakukan proses hukum
    maksimal, seperti pada penangkapan, penggeledahan dan penyitaan.


  2. Harus dilakukan
    pemriksaan lanjut pada saksi-saksi kunci seperti Lie Khie Ngian (WN
    Belanda), Lie Fon Lie (WN Belanda), Nurhadi Djazuli (Mantan BIN â€
    Dubes RI untuk Nigeria †Diduga sebagai Pemberi Surat Ijin Senjata
    Api kepada Polly) dan Hian Tan alias Eni (Orangtua angkat
    Pollycarpus †Saksi penting untuk keterlibatan Polly sebagai agen
    BIN). Khusus Hian Tan, perlindungan saksi wajib diberikan terutama
    setelah keberadaannya sulit ditemukan kembali.


  3. Hrus dilakukan
    penetapan saksi dan pemnggilan terhadap Asrini (Mahasiswa yang
    kuliah di Jerman saat ini), penumpang yang duduk didekat Munir dan
    pernah memberikan keterangan bahwa setelah kematian Munir, ada
    seorang pramugari yang menanyakan pada para penumpang tentang siapa
    saja yang memesan dan memakan mie goreng. Asrini mengacungkan tangan
    dan reaksi pramugari tersebut terkejut serta mengukapkan
    keheranannya mengapa Asrini tidak keracunan, Saksi ini penting untuk
    mengungkapkan bahwa crew Garuda saat itu tahu bahwa Munir diracun
    lewat mie goreng.


  4. Jikalau perlu, harus
    pula dikalukan penetapan saksi dan pemanggilan terhadap nama-nama
    yang diungkap dalam BAP, yakni Julian Jap Marey (Mantan Panglima
    Perang OPM Nabire), Eurico Guteres (Mantan Pemimpin Milisi Pro
    Integras Timor timur)m Jimmy Demianus Ijie (Ketua DPRD Irjabar â€
    mantan Koordinator Irian Jaya Crisis Center), Subagio Suryo (BIN),
    Nurhadi Cholil Rohadi (BIN), Sudjono, SH (BIN), Sumarmo (BIN), Budi
    Hardjito (BIN), Sudjono, SH (BIN), Bambang Eko (BIN), Sumarno (BIN)
    dan Bambang Irawan (BIN). Nama-nama ini disebutkan memiliki hubungan
    dengan terdakwa Pollycarpus.



Tanpa itu semua, maka Tim
Penyelidik Polri yang diebentuk kembali pada 26 Januari 2006 lalu
akan sulit mengukap kasus ini. Bahwa lebih jauh lagi, jika hal
tersebut tidak segera terwujud akan nyata dugaan bahwa terdapat upaya
untuk menutup-nutupi kasus ini. Hal ini tentu sangat memprihatinkan
terutama ditengah dukungan yang luar biasa dari dalam maupun luar
negeri.


Seperti kita ketahui
bersama, dua tahun yang lalum tepatnya pada 23 Desember 2004, DPR RI
melalui Rapat Paripurna memutuskan membentuk Tim Pemantau Kasus Munir.
Pada hari yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga
mengesahkan pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) Munir. Tim ini
bertugas untuk mendampingi Tim Penyelidik Polri yang dibentuk sejak 8
September 2004, yakni sehari setelah Munir meninggal. Tidak hanya
itu, dukungan internasional pun juga turut mengalir. Perwakilan
Parlemen Eropa disela kunjungannya di Indonesia (26/7/05), sempat
mempertanyakan kelambangan pengungkapan kasus Munir pada Komisi I DPR
RI. Sekitar 70 anggota Kongres As, termasuk mantan kandidat Presiden
AS Denis Kucinich dan Patrick J. Kennedy (Keponakan Mantan Presiden
AS John F. Kennedy) melalui surat bersamanya, mendesak Presiden SBY
agar segera menuntaskan kasus ini (27/10/05). Desakan yang sama juga
dilakukan Pelapor Khusus Sekjen PBB untuk Perkembangan Pembela HAM,
Hina Jilani dan Pelapor Khusus PBB untuk Kemandirian Pengacara dan
Hakim, Leandro Despouy.


Itu belum termasuk
dukungan organisasi non pemerintah (LSM) dunia, sepertia perwakilan
LSM perempuan sedunia (15/12/05), Yayasan Northcote Parkinson Fund
(4/10/05) berupa penghargaan "Civil Coutage Prize" atau
Keberanian Sipil, yang juga diberikan pada Min Ko Naing (aktivis
oposisi Birma) dan Anna Politkovskaya (jurnalis Rusia yang diduga
keras diracun oleh Agen Rahasia Rusia) dan Times Asia Magazine kepada
Suciwati, Istri Munir melalui penghargaan sebagai salah satu Asia’s
Heroes 2005(5/10/05).


Namun dukungan sebesar
itu tetap saja membuat Presiden SBY enggan mengumumkan hasil temuan
TPF Munir (20/7/05) dan menolak membentuk ulang Tim Independen Kasus
Munir (23/12/05). dukungan tersebut juga belum mampu membuat Jaksa
Agung dan Kapolri menggunakan wewenangnya untuk meminta rekaman
hubungan telekomunikasi antara Pollycarpus dan Muchdi PR sesuai
dengan Undang-Undang No. 36/199 (26/1/06). Dukungan itu juga belum
mampu mengerakkan Ketua Majelis Hakim Cicut Sutiarso untuk menegaskan
amar putusannya sebagai court of order (perintah pengadilan) setelah
didatangi oleh Mucdi PR bersama pembela hukumnya Tim Pengacara Muslim
(20/2/06).


Oleh karena itu, maka
tidak ada pilihan lain untuk kembali mendesak kepada Presiden SBY
dengan segala kewenangan yang dimilikinya agar segera menuntaskan
kasus ini.





Jakarta, 20 Maret 2006