Desakan untuk Memastikan Kejelasan KKR dalam RUU PA

p align=”center”>Siaran Pers
No. 8/Siaran Pers/V/2006


Siaran PERS Aceh Working Group (AWG)

Desakan untuk Memastikan Kejelasan KKR dalam RUU PA

Aceh Working Group (AWG) menyambut baik masuknya pasal pengadilan HAM dan KKR dalam Draft RUU PA seperti dalam rapat kerja pansus pada 17 Mei 2006 silam. Demikian juga dengan substansi yang mengatur tentang masalah tersebut, terutama kejelasan waktu kapan KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) Aceh dibentuk. Namun demikian AWG menyayangkan ketidakjelasan materi pengaturan KKR secara keseluruhan.

Ketidak jelasan tersebut dapat kita lihat, misalnya :
Pertama, KKR di Aceh dinyatakan sebagai bagian dari KKR Nasional, padahal sudah ada pemahaman yang lebih baik kalau KKR Aceh dibentuk paling lambat 6 bulan atau 1 t tahun.

Posisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum jika ternyata KKR Nasiona dalam waktu 6 bulan atau 1 tahun tidak terbentuk, walaupun UU PA dipahami sebagai lex specialis deroga lex generalis. Sehingga, semestinya pengaturan kepastian waktu terbentuknya KKR tersebut dibarengi dengan jaminan bahwa sekalipun KKR nasional belum terbentuk dalam waktu yang ditentukan, KKR Aceh dapat dibentuk lebih dahulu.

Langkah ini sangat penting untuk menjadi klausul dalam pengaturan KKR Aceh agar ketidakpastian hukum dapat dihindari dan keutuhan posisi UU PA sebagai lex specialis derogat generalis terwujud. Demikian juga, langkah ini menghindari polemik hukum seperti terjadi dalam KKR Papua setelah adanya KKR Nasional.

Kedua, harus ada kepastian bahwa tidak ada langkah extra judicial lain selain meknisme KKR.
Hal ini penting untuk dirumuskan menjadi bagian dalam pengaturan tentang KKR mengingat banyak aksi politik dari para elit politik untuk mendorong pemberianAmnesty terhadap aktor yang berkonflikdi Aceh sebelum terbentuknya KKR dan Pengadilan HAM, terutama oleh elit politik dari PDIP. (Kompas, 18 Mei 2006) Perlu disadari bahwa pemberian amnesty secara konstitusi Indonesia diberikan oleh Presdien dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 UUD 1945).

Begitu pula untuk memberi kejelasan status terhadap proses-proses extra judicial selama ini yang berlangsung di Aceh, seperti pembeian Diyat yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan skema dalam program Badan Reintegrasi Aceh (BRA).

Kepastian ini menjadi bagian dari jaminan hukum bahwa penggalian kebenaran dalam proses KKR akan dapat maksimal dihasilkan.

Berangkat dari persoalan tersebut, Aceh Working Group menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menyambut baik masuknya pengadilan HAM dan KKR dalam UU PA.
  2. Mendesak Pansus untuk menjamin kepastian KKR Aceh terbentuk walaupun KKR nasional belum ada
  3. Mendesak Pansus untuk memberikan jaminan bahwa mekanisme extra judicial lain, selain KKR tidak berlaku secara hukum

Jakarta, 19 Mei 2006

Aceh Working Group:
Imparsial, KontraS, PBHI, Kalyanamitra, HRWG, LBH Apik, Pird-YLBHI, Yappika, LSPP, AJI Indonesia, Elsam, VHR, SHMI, ICW, Walhi