Soeharto Kritis Lagi *Pada Otak Muncul Dua Titik Penyumbatan Baru

Jakarta, Kompas
Kondisi kesehatan mantan Presiden Soeharto kritis lagi. Dari pemeriksaan CT Scan, Tim Dokter Kepresidenan, Kamis (18/5), menemukan dua titik penyumbatan pembuluh darah di otak Soeharto, sementara kontroversi atas kasus Soeharto kian marak.

Menurut Dr Yusuf Misbach, anggota Tim Dokter Kepresidenan, kondisi Soeharto lebih buruk dari hasil pemeriksaan Mei tahun 2005. Pemeriksaan itu dilakukan setelah ada kecenderungan Soeharto selalu mengantuk. Soeharto pernah mengalami kejang-kejang mioklonik dan gangguan menelan.

Selain itu, pemeriksaan juga menunjukkan adanya cairan bebas pada rongga perut dan cairan pada selaput rongga paru-paru. Fungsi ginjal Soeharto masih terganggu, namun fungsi saluran cerna membaik.

Sementara itu, pro dan kontra atas dihentikannya penuntutan Soeharto terus bergulir. Wakil Ketua DPR Zaenal Ma’arif yakin mayoritas masyarakat Indonesia menginginkan kasus Soeharto ditutup. Karena itu, dia juga menyarankan Presiden Yudhoyono untuk secara tegas menyatakan kepada seluruh rakyat Indonesia tentang hal ini. "Saya yakin, kalau ada polling, 80 persen rakyat Indonesia akan mendukung SKPP yang dikeluarkan Jaksa Agung," ucap Zaenal di ruang kerjanya.

Namun, mantan Ketua MPR Amien Rais meminta Presiden Yudhoyono mengambil tiga langkah. "Laksanakan prosedur hukum transparan, adil dan apa adanya. Setelah itu, hasil korupsi dikembalikan ke pemerintah. Lalu beri Pak Harto pengampunan. Jika Pak SBY maju mundur, ya pro kontra tak akan habis," tutur Amien, Kamis (18/5). "Kasus ini lama mengendap, dari presiden satu ke presiden yang lain, dari jaksa agung satu ke jaksa agung lain, tak ada keberanian politis untuk menyelesaikan," katanya.

Mantan Hakim Agung Benjamin Mangkoedilaga menyatakan, yang harusnya berwenang menyikapi kasus ini adalah Mahkamah Agung. "Bukan kewenangan kejaksaan menghentikan perkara yang sudah diserahkan ke peradilan. MA sudah memerintahkan kejaksaan agar merawat Soeharto. Harusnya yang dilakukan kejaksaan adalah melapor ke MA, bukan membuat SKPP. Itu melangkahi MA dan melanggar hukum acara. Saya berharap peradilan Soeharto dilanjutkan demi keadilan," katanya.

Di depan Istana Merdeka, Jakarta, puluhan mahasiswa dari Forum Kota berunjuk rasa menuntut agar Soeharto diadili. Mereka menolak sikap pemerintah yang mengambangkan kasus Soeharto karena dianggap mengkhianati sejarah dan rakyat.

Bangkitnya Orde Baru
Di halaman Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) aktivis LSM menggelar diskusi dan menyampaikan Resolusi Korban Pelanggaran HAM atas Kejahatan Rezim Soeharto. Penghentian peradilan Soeharto menunjukkan bangkitnya lagi kekuatan Orde Baru. "Semua minta Pak Harto dimaafkan. Lantas bagaimana dengan korban pelanggaran HAM sejak 1965, masa DOM Aceh, Tanjung Priok, Talangsari, sampai Tragedi Mei, Trisakti, dan Semanggi? Siapa yang akan memberi mereka keadilan?" tanya praktisi hukum, Hendardi.

Aktivis lain, Fadjroel Rachman, mengatakan, kekuatan politik maupun ekonomi Orde Baru kini telah bangkit kembali. "Logis jika Soeharto dibebaskan sekarang. Ini tidak mungkin terjadi 8 tahun lalu, di mana gerakan reformasi masih kuat. Tidak ada jaksa agung sebelumnya yang berani membebaskan Soeharto," ujarnya.

Di Medan, aktivis LSM mendeklarasikan Gerakan Masyarakat untuk Adili Soeharto, Kamis (18/5). "SKPP itu membunuh upaya penegakan hukum," ujar juru bicara Gemas, Gindo Nadapdap. "Peradilan Soeharto bisa in absentia, dengan pengertian yang diperluas," tambah Mangaliat Simarmata juga dari Gemas.(SUT/DOT/AGN/WIN/BIL/JOS/DWA/HAR)