“Pelanggaran HAM Luar Biasa di Talangsari”

Komnas HAM tengah melakukan analisis legal.

JAKARTA — Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Abdul Hakim Garuda Nusantara menyatakan penyelidikan kasus Talangsari telah usai dan menyimpulkan adanya pelanggaran HAM luar biasa. "Komnas sudah selesai melakukan penyelidikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (tentang HAM) dan mengidentifikasi adanya pelanggaran HAM luar biasa," papar Abdul Hakim saat ditemui di Komnas HAM, Jumat lalu.

Menurut Abdul Hakim, hasil kerja tim Komnas HAM untuk kasus Talangsari yang dimulai sejak 2001 telah dibahas di rapat paripurna Komnas HAM dan tengah dilakukan analisis legalnya. "Masih memerlukan pembahasan lagi apakah akan ditindaklanjuti dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 (tentang pengadilan HAM) atau penyelesaian melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi," ia melanjutkan.

Menurut Abdul Hakim, bila nanti akan ada pengadilan HAM ad hoc, itu berarti akan ada penyelidikan proyustisia. "Dan tentu nantinya DPR kami minta mengusulkan kepada Presiden pembentukan pengadilan HAM ad hoc untuk Talangsari," papar Hakim. Sedangkan kalau menggunakan komisi kebenaran dan rekonsiliasi, akan ada tim yang akan menyampaikannya ke tim Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Sementara itu, anggota tim penyelidik Komnas HAM, Mayor Jenderal (Purnawirawan) Samsudin, tidak sependapat dengan istilah Abdul Hakim, pelanggaran HAM luar biasa. Namun, ia mengakui adanya pelanggaran HAM. "Berdasarkan temuan adanya orang mati, orang hilang, dan orang dihukum tanpa melalui proses hukum," ujarnya.

Insiden Talangsari di Lampung terjadi pada 1989, ketika aparat dari Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, Kepolisian Daerah Lampung, dan Pemerintah Provinsi Lampung melakukan penyerbuan ke pondok pengajian di Desa Talangsari III, Lampung Timur. Berbagai versi tentang korban insiden bermunculan.

Proses analisis legal ini dikritik Kontras, LSM yang memperjuangkan kejelasan nasib korban. Menurut Kontras, Komnas HAM terkesan memperlama pemberian penjelasan. "Kenapa analisis legal tidak dilaksanakan bersamaan dengan penyelidikan?" kata Haris Azhar, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras.

Namun, menurut Abdul Hakim, banyak kesulitan dalam penyelidikan kasus Talangsari ini. Insiden itu terjadi pada 1989, pada saat UUD 45 belum diamendemen. "Jadi belum ada pasal hak asasi manusia dan UU Peradilan HAM," ujarnya.

Ia pun menyebutkan kesulitan penyelidikan proyustisia jika tidak didukung oleh Jaksa Agung, kepolisian, TNI, dan pemerintah. Jika memang terbukti terjadi pelanggaran HAM, salah satu pihak yang bertanggung jawab adalah penguasa keamanan pada saat itu. "Minta berkas dari Korem saja sampai hari ini belum dapat," papar Abdul Hakim.

Haris sependapat. "Semua kasus yang diduga melibatkan orang-orang tersebut memang agak susah." RIEKA R