Perdamaian Aceh: BRA Harus Perbaiki Kinerja dan Lebih Fokus pada Tugas

Jakarta, Kompas
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Aceh Working Groups atau AWG mendesak Badan Reintegrasi Aceh atau BRA lebih memfokuskan diri pada tugas serta peran awalnya, seperti diamanatkan butir 3.2 nota kesepahaman Helsinki tentang tahap reintegrasi.

Pernyataan itu disampaikan Usman Hamid (Kontras), Senin (12/6), dalam jumpa pers AWG. Menurut dia, BRA sudah melenceng dari kewajiban utama terkait proses reintegrasi mantan anggota GAM dan malah mengurus masalah lain yang bukan tugasnya. Turut hadir dalam jumpa pers itu Amiruddin (Elsam), Choirul Anam (AWG), dan Rafendi Djamin (HRWG).

Selain itu, personel BRA juga diminta mampu bersikap independen, imparsial, dan bekerja penuh waktu di dalam BRA. Beberapa waktu sebelumnya GAM menyatakan menarik diri dari BRA akibat persoalan yang terjadi di dalamnya. "Kami khawatir masalah muncul lebih karena perbedaan persepsi internal. Belum lagi tidak ada transparansi pengelolaan dana reintegrasi sebesar Rp 800 miliar itu sudah dipakai apa saja, berapa sisa yang ada, dan bagaimana pertanggungjawabannya," ujar Usman.

Persoalan internal, menurut Usman, diperumit dengan keberadaan divisi Kementerian Bidang Politik Hukum dan HAM yang dinilai banyak pihak justru malah menyeret BRA ke dalam wilayah politik sehingga berdampak menghambat kinerjanya.

Tambah Usman, salah satu pemicu persoalan ketika BRA tidak lagi memfokuskan diri pada proses reintegrasi para mantan anggota GAM, melainkan juga dipaksa untuk bersikap akomodatif terhadap elemen lain. Akibatnya, proses itu menjadi tercampur aduk ketika kelompok masyarakat lain, yang merasa menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, diminta mengajukan proposal untuk menerima dana kompensasi. Akibatnya, hingga April tercatat 40.000 proposal masuk ke BRA dan baru sekitar 700 proposal dinyatakan layak secara administratif.(dwa)