Reformasi Polri: Polisi Dikhawatirkan Terapkan Modus Baru Jerat “Whistleblower”

Jakarta, Kompas
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengkritik lambannya proses reformasi di tubuh Kepolisian RI.

Kondisi seperti itu dapat dengan mudah terlihat dari masih sangat buruknya kinerja kepolisian, khususnya terkait dengan upaya menyelesaikan kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat seperti kasus korupsi, terutama jika kasus-kasus seperti itu terjadi di tingkat daerah.

Kritik tersebut disampaikan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam jumpa pers bersama, Selasa (11/7), di Kantor YLBHI, Jakarta. Turut hadir sejumlah LSM, seperti YLBHI, Demos, ICW, Imparsial, Kontras, P2D, dan Elsam. Menurut mereka, polisi-terutama di daerah-terkesan menerapkan keadilan yang pilih-pilih.

Selain kritik terhadap masih buruknya kinerja kepolisian terutama di daerah-daerah, sejumlah LSM tadi juga mengaku khawatir dengan apa yang mereka sinyalir sebagai modus baru di kalangan polisi untuk mencari-cari kesalahan para peniup peluit (whistleblower) kasus korupsi. Tujuannya untuk menghambat penanganan kasus korupsinya sendiri.

"Ada satu modus baru yang dilakukan polisi, yaitu dengan berusaha mengkriminalkan lembaga atau pribadi yang berinisiatif mendesak polisi untuk segera mengungkap dugaan berbagai kasus korupsi di sana. Caranya dengan mencari-cari kesalahan orang atau lembaga itu," ujar Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko.

Modus baru itu, menurut Danang, muncul setelah Markas Besar Polri mengeluarkan surat perintah akan mendahulukan penanganan dan penyelesaian kasus korupsi daripada tuduhan balik terkait penghinaan atau pencemaran nama baik.

Menurut Danang, yang juga diperkuat oleh Rita Olivia dari Perkumpulan Demos, modus baru itu salah satunya sudah diterapkan di Nusa Tenggara Timur, terkait dengan sejumlah kasus korupsi yang dilakukan oknum pemerintahan daerah di sana. Ahas Mendawai dari Elsam menambahkan, kasus kurang lebih serupa juga terjadi di Kalimantan Barat, di mana masyarakat yang mengadukan adanya kasus pembalakan liar di Pontianak justru dijadikan tersangka oleh polisi.

Ahas mengkritik kinerja kepolisian, terutama yang ada di daerah- daerah yang sulit dijangkau pengawasannya oleh Mabes Polri, justru tidak mencerminkan tugas serta kewajiban polisi sendiri. Dia juga menilai banyak oknum polisi yang bahkan terjebak menjadi beking kepentingan pengusaha maupun aktor politik tertentu.(DWA)