RUU RAHASIA NEGARA, ANCAMAN DEMOKRASI DAN HAM

RUU RAHASIA NEGARA, ANCAMAN DEMOKRASI DAN HAM

Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara (RUU RN) versi Agustus 2006 telah diajukan pemerintah kepada DPR. Alih-alih untuk menjaga kedaulatan, keutuhan dan keselamatan NKRI, RUU RN justru berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak atas informasi publik. Kehadiran RUU RN juga menghambat proses pemberdayaan masyarakat sipil dan memacetkan demokratisasi.

Pertama, pendefinisian yang tidak jelas. Pasal 1 ayat 1 menjelaskan “Rahasia Negara adalah segala sesuatu yang ditetapkan dan perlu dirahasiakan untuk mendapatkan perlindungan melalui mekanisme kerahasiaan…”. Rumusan ini memberi peluang kepada aparat negara untuk secara sewenang-wenang dan subjektif menetapkan rahasia negara.

Kedua, ruang lingkup yang terlalu luas meliputi pertahanan dan keamanan, intelijen, hubungan intemasional, ketahanan ekonomi, proses penegakan hukum, system persandian dan asset vital negara. Ketentuan tersebut tidak disertai batasan tentang rahasia negara pada masing-masing bidang.

Ketiga, soal kelompok sasaran/target group dari RUU RN. Seharusnya kelompok sasaran dari RUU RN adalah aparat birokrasi/publik, bukan masyarakat umum. Hal ini konsisten dengan bunyi pasal 1 ayat 10,11 dan pasal 16-21 tentang pengelolaan rahasia negara, yakni instansi atau pejabat yang membuat atau memiliki rahasia negara.

Merujuk pada beberapa point di atas, rahasia negara berpotensi menghambat daya kritis rakyat, membonsai kebebasan sipil, sebaliknya memberi kewenangan yang begitu besar dan absolute kepada negara. Rahasia Negara merupakan wujud perlawanan negara terhadap gerakan demokratisasi dan penegakan HAM di Indonesia sehingga melanggengkan karakter kekuasaan yang anti-demokrasi dan anti-kemanusiaan.

Menyikapi persoalan tersebut, kami, elemen masyarakat pro-demokrasi menegaskan:

1.
Menolak keberadaan RUU Rahasia Negara karena bertentangan dengan semangat reformasi, terutama reformasi
birokrasi sehingga memacetkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
2.
Mendesak pemerintah untuk menarik kembali RUU Rahasia Negara sebaliknya terus mendorong proses legislasi Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik demi mendorong demokrasi dan menegakan hak asasi manusia, terutama hak untuk mendapat informasi publik.
3.
Mendesak DPR agar menolak RUU Rahasia Negara usulan , pemerintah karena berpotensi menghambat proses
penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia seperti kasus Munir, Tanjung Priok, Semanggi, Papua, dsb.

Jakarta, 28 September 2006

Pernyataan Bersama:
KontraS, Institut Studi Arus Informasi, Visi Anak Bangsa,
Pacivis, ProPatria, The Ridep Institut, ICW dan YLBHI